Aku mengingat sore itu. Kami duduk berdua, dengan segelas chocolate hangat di hadapan Ingga, dan secangkir teh tidak bergula di tanganku. Dari lantai 8 gedung ini, nampak indah pemandangan kota.
Ingga seperti ingin menyampaikan sesuatu. Perlahan dia mengatur nafas.
"Aku memohon maaf darimu, Mas. Ini memang kesalahanku. Semua terjadi begitu saja"
Aku yang masih kebingungan, diam dan menunggu.
Perlahan Ingga melanjutkan kalimatnya.
"Janin ini, anak Pak ...