Senyumnya semakin lebar menampilkan gigi-gigi runcing nan tajam, seiring langkah kaki makhluk Tuhan paling lemah mendekat. Mata merah besar makhluk itu berkilat hebat, mencium aroma putus asa yang menguar kehilangan cahaya. Dia—si gelap abadi—bersorak, menyaksikan api lilin dalam benak yang nyaris padam.
“Ikuti aku! Ikuti aku!”
Suara tawanya menggelegar, nyaris saja menghancurkan lapisan tanah beku yang kini menjadi pijakan si manusia. Tang...