Kadang aku bergidik ngeri setiap diajak oleh paman pergi ke tukang cukur. Seolah-olah aku datang ke sebuah tempat penjagalan.
"Kepala selanjutnya!" teriak si tukang cukur berambut cepak. Tahi lalat di pelipisnya seperti bekas jahitan.
Aku melangkah takut-takut. Paman mendorong dari belakang. Lima detik kemudian, aku berhadapan dengannya. Pasrah di depan cermin. Aku paling tidak suka dicukur.
Ia mencengkeram kerah, memegangi ubun-ubun kepalaku. D...