Di lorong sempit yang berderak di bawah sepatunya, Nina menoleh ke belakang, mencari sosok yang seharusnya mengikuti. Namun hanya bayangan tembok kusam yang menatapnya kembali. Nafasnya tercekat. Dia melangkah lagi, tapi suara langkah itu—yang seharusnya berpasangan—tak kunjung terdengar.
“Hanya sebentar,” bisik suara itu di kepalanya, penuh janji kosong, “Aku akan kembali.”
Tapi dia tak pernah kembali. Jejaknya menghilang, larut dalam...