Di penghujung senja, Aria berdiri di tepi jembatan. Angin dingin menusuk kulitnya, tapi pikirannya lebih kacau dari udara malam itu.
"Tiga detik," pikirnya. "Satu lompatan, lalu semua selesai."
Ia memejamkan mata. Hitungan mundur dimulai di kepalanya. Tiga... dua...
"Permisi, Kak, ini dompet Kakak, ya?"
Aria membuka matanya. Seorang anak kecil berdiri di depannya, menggenggam dompet lusuhnya. Matanya bersinar polos, penuh harap.
"Oh, iya... itu punyak...