Aku mengenalnya sejak kelas sepuluh. Namanya Kinan. Satu-satunya cewek yang berhasil membuat perhatianku beralih dari sepeda motorku yang berisik itu.
Kinan berbeda. Dia bukan tipe cewek yang suka duduk di di boncengan motor cowok sambil menjerit-jerit setiap motor melaju. Kinan lebih suka duduk di pojok kelas sambil membaca buku atau mencoret-coret sesuatu di buku catatannya.
“Kamu suka nulis, ya?” suatu hari aku mencoba berbasa-basi—ice bre...