“Come on, nggak ada lagi yang perlu lo perjuangin. Nggak perlu jadi orang lain. Lo harus bangkit, Sya. ambil kesempatan yang ada. Dunia harus tahu kalo sahabat gue baik-baik aja.” Ira meletakkan lima paper bag besar-besar, berisi pakaian dan makanan.
Sebenarnya aku merasa tidak nyaman, tapi aku tahu dia tulus menunjukkan empatinya. Bukan hanya manajer, dia sudah jadi sahabat terbaikku.
“Ini bukan tentang Tito, Ra. Ini tentang apa yang gue...