Sejak banjir bandang itu menerjang, suara air tak pernah benar-benar surut dari kepalaku. Siang hari ia mengalir pelan di telingaku, seperti desau yang tak kunjung reda. Malam hari ia berubah menjadi gemuruh yang memukul-mukul dada, seolah jantungku berdetak mengikuti arus yang dulu menelan rumahku, menelan anak-istriku.
Orang-orang bilang aku jahat. Mereka menuding aku mengunci jiwaku dari luar, lalu pergi berdagang ke pasar saat awan muram, deng...