Kursi di ruang makan sudah letih mendengar ketegangan yang berulang. Ia kembali berderit saat istriku menaruh piring dengan sedikit keras. Nasi di atasnya dingin. Sambal menunggu tanpa selera.
“Aku nggak bisa kayak begini terus, Mas,” ucapnya. Suaranya pelan, tetapi makna yang tersaji seperti paku yang dipukul-pukul di atas dadaku.
Aku mencoba menjawab, “Aku udah kirim lamaran ke beberapa perusahaan. Tunggu. Mungkin sebentar lagi.”
Sendo...