Di sudut kamar kontrakan sempitnya di Jember, Maya menatap kanvas kosong. Debu tipis telah melapisi permukaannya, sama seperti lapisan keraguan yang menyelimuti hatinya. Sudah berbulan-bulan kanvas itu berdiri tegak, menantang, menunggu sentuhan kuasnya. Namun, setiap kali jemarinya hampir meraih palet, bayangan kegagalan dan kritik tak kasat mata menghantuinya.
Maya adalah seorang pelukis, setidaknya itulah yang ia katakan pada dirinya sendiri. R...