Rumah itu memanggilnya dengan suara yang ia benci: derit pintu, tangis kecil yang tercekik, dan tatapan asing dari wajah yang ia beri makan tapi tak pernah menyebutnya ayah.
Ia duduk di kursi goyang, tangannya gemetar bukan karena tua, melainkan karena hampa. Kata-katanya sudah lama tak berartimereka hanya mendengar nada perintah, tidak pernah rasa.
Di ruang itu, ia tuan, tapi sekaligus asing. Tiri, bukan darah. Tuan, bukan yang dicinta.
Malam terak...