Sunyi

Oleh: A. R. Tawira

Setiap pagi aku menulis surat.

Hanya satu kalimat, penek, tanpa alamat: "Apakah Kau masih di sana?" Kertasnya selalu kutaruh di jendela, menunggu cahaya pertama menyentuhnya. Tapi setiap kali matahari naik, tinta itu menghilang. Kosong. Seolah waktu menolah menjadi perantara antara aku dan apa pun yang kusebut Tuhan.

Kadang aku menulis lebih keras, menekan pena sampai menembus serat kertas. Tapi hasilnya sama. Huruf-hurus lenyap, meninggalkan bekas...

Baca selengkapnya →