Dia pulang dengan langkah pelan, seolah takut menabrak kesunyian yang sudah lebih dulu menunggu di rumah ini.
Ada wangi asing di udara lembut, manis, dan menyakitkan.
Wangi yang bukan milikku.
Aku menatapnya sebentar, mencoba membaca wajah yang dulu kuhafal seperti doa.
Kini, aku tak lagi mengerti bahasa di matanya.
Hanya sisa letih, dan mungkin sedikit kebohongan yang bergetar di bibirnya saat berkata, “Aku lelah.”
Di meja makan, dua piring dingin...