Angin menjelma aku yang berusaha kautangkap meski tak kunjung berhasil kautangkup. Aku memeluk tubuhmu yang kausembunyikan di antara kakimu. Kaututup kepala ketika jari-jariku berusaha meraih rambutmu. Kau putus asa, lalu sembunyi di balik pintu karena gagal memenjarakanku yang begitu ingin kaupenjarakan. Aku pergi dengan air mata yang gugur sebagai gerimis.
Kau mengaduk secangkir kopi ketika kantuk menyergap mata—menolak lelap setelah 21 jam di...