Perjalanan hidup Amara memang tidak pernah mudah, seolah hidupnya sudah digariskan penuh dengan tantangan sejak awal. Sejak kecil, dia harus menghadapi kenyataan pahit yang seharusnya tidak dialami oleh seorang anak seusianya. Ayah dan ibunya memutuskan untuk bercerai saat Amara masih terlalu muda untuk mengerti apa itu perceraian, namun cukup tua untuk merasakan luka mendalam yang ditinggalkannya. Kehidupan yang tadinya damai tiba-tiba berubah menjadi sepi dan penuh ketidakpastian. Saat perpisahan itu terjadi, Amara tidak hanya kehilangan kebersamaan keluarga, tetapi juga arah hidupnya. Ayahnya, yang begitu ia cintai, jatuh ke dalam jurang kesedihan yang dalam. Tekanan mental yang begitu berat membuatnya tak mampu menjalani kehidupan normal seperti sebelumnya. Ayahnya kerap keluar masuk rumah sakit jiwa, berusaha untuk menemukan kembali keseimbangan batinnya yang telah terkoyak setelah perceraian itu.
Di sisi lain, ibunya memilih untuk melanjutkan hidup dengan menikah lagi dan memulai lembaran baru, namun dengan harga yang harus dibayar oleh Amara peninggalan yang tidak hanya bersifat fisik tetapi juga emosional. Amara merasakan bagaimana dirinya perlahan-lahan terlupakan oleh ibunya yang terlalu sibuk membangun keluarga baru. Meskipun tak pernah diucapkan secara langsung, Amara tahu betul bahwa dia tidak lagi menjadi prioritas. Ada perasaan ditinggalkan yang selalu menghantui setiap kali dia memikirkan ibunya, yang kini hidup bahagia dengan suami barunya dan tidak pernah lagi melihat ke belakang.
Amara merasa seperti burung yang kehilangan sarangnya. Setelah perpisahan orang tuanya, dia dipindah-pindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Dari panti asuhan ke rumah orang tua angkat, lalu kembali lagi ke panti asuhan. Tidak ada tempat yang bisa dia sebut sebagai rumah, tidak ada pelukan hangat yang bisa memberinya rasa aman. Dia hidup dalam dunia yang penuh ketidakpastian, di mana esok hari selalu menjadi misteri. Kadang dia harus berjuang dengan keras untuk menyesuaikan diri di lingkungan yang baru, sering kali harus menghadapi tatapan asing dari orang-orang yang tidak pernah benar-benar mengenalnya. Hidup seperti ini membuat Amara merasa terombang-ambing, seolah-olah tidak ada arah yang pasti untuk dituju.
Namun, meskipun segala sesuatu terasa begitu kacau dan sulit, ada satu hal yang selalu ada di dalam diri Amara kekuatan. Kekuatan yang luar biasa yang ia miliki tidak datang dari keadaan hidup yang memanjakan, melainkan dari berbagai luka dan penderitaan yang harus ia hadapi. Setiap tantangan yang menghampirinya, setiap rasa sakit yang dia alami, justru membuatnya semakin tangguh. Dia sadar bahwa hidup tidak pernah sempurna. Ada begitu banyak hal yang di luar kendalinya, begitu banyak keputusan yang diambil oleh orang-orang di sekitarnya yang mempengaruhi hidupnya. Namun, Amara tidak mau terjebak dalam bayang-bayang kesalahan orang lain, dendam, atau rasa penyesalan yang hanya akan menambah berat beban hidupnya. Dia tahu, jika dia membiarkan diri terjebak dalam perasaan negatif itu, hidupnya tidak akan pernah maju.