''Bangkit Dari Reruntuhan : Kisah Amara"

Julpiyana
Chapter #2

Masuk Remaja Awal : Di Jemput Kakak

Setelah Beberapa tahun tinggal di panti asuhan Mujahidin Amara sudah menyelesaikan pendidikan tingkat dasar nya dan Amara juga sudah berusia kurang lebih 12 tahun memasuki usia remaja awal,tentu nya sudah mengerti sedikit tentang baik buruk nya kehidupan.

Setiap hari, Amara duduk di jendela panti asuhan, memandangi dunia luar yang tak pernah dia rasakan sepenuhnya. Dulu, dia pernah hidup bersama keluarganya, tetapi perpisahan orang tuanya menciptakan kehampaan di hatinya. Sejak saat itu, Amara berpindah-pindah, antara keluarga angkat, panti asuhan, dan kegelapan yang menghantui masa kecilnya.

Suatu malam, Amara bermimpi tentang sayap. Sayap yang besar dan kuat, mengangkatnya dari tempat-tempat yang penuh dengan kekerasan dan derita. Dalam mimpinya, dia terbang melintasi awan, melampaui reruntuhan rumah-rumah yang telah lama ditinggalkan. Di sana, di angkasa, dia merasa bebas. Tapi begitu terbangun, dia selalu kembali pada kenyataan pahit yang dihadapinya di panti asuhan.

     Suatu siang yang cerah, Amara dipanggil oleh pengasuhnya. Ada seseorang yang datang menjenguknya, katanya. Dengan langkah pelan dan hati yang penuh harapan, Amara memasuki ruang tamu. Di sana, dia melihat neneknya dan kakaknya yang hampir terlupakan. Wajah-wajah yang samar di ingatannya kini muncul kembali. Kakaknya menanyakan, "Apakah Amara mau tinggal bersama kami lagi?"

Amara hanya bisa terdiam. Kenangan masa lalu berputar di kepalanya kenangan tentang perpisahan yang pahit dan rasa sakit yang ia pendam selama bertahun-tahun. Namun, di balik semua itu, ada sebuah harapan kecil yang mulai tumbuh di hatinya. dalam dirinya, masih ada ketakutan. Bagaimana jika mereka meninggalkannya lagi? Bagaimana jika harapan ini hanyalah ilusi?

Amara memandang kakaknya dengan mata berbinar, menahan napas sejenak. Kenangan masa lalu, penuh dengan kekecewaan dan rasa sakit, mengerubunginya. Tapi di lubuk hatinya, sebuah harapan kecil mulai bergetar. "Ya, aku mau," jawab Amara, suaranya pelan tapi tegas.

Lihat selengkapnya