Keluarga Fira sedang berkumpul di meja makan, mereka malam bersama. Kabar tentang kepindahan Riri ke kos lain sudah sampai ke telinga mereka sedari sore. Peppi, sang Ibu yang mendengarnya pertama kali dari Fira. Setelah itu ia sampaikan ke Guntur, suaminya.
Fani merasakan suasana yang tak nyaman, sejak tadi ia hanya mendengarkan saja cerita dari Ayah dan Ibu tentang kakaknya. Ia jadi merasa kasihan juga dan membayangkan kakak satu-satunya itu tidak ada teman di kosnya.
“Lusa, Ayah datangi kakak,” ucap Guntur sambil menyuapkan nasi.
Peppi dan Fani langsung menghadap ke arahnya.
Lanjut Guntur, “Sebenarnya, enggak apa-apa juga walau kos sendirian. Kan ada Ibu kos juga, lebih enak juga kan kalau dikamar sendirian?”
“Itu juga yang aku pikirkan, Mas. Aku mau banget ke Malang, tapi belum bisa tinggalkan urusan kantor, enggak ada orang yang bisa gantikan pekerjaanku. Apalagi kalau mendadak,” ucap Peppi.
“Fani juga mau ketemu kakak, tapi kan enggak bisa. Fani sekolah dan sekarang kelas 6. Lebih cepat, lebih baik Ayah ke sana. Lihat kondisi Kakak,” ucap Fani yang ikut bersuara.
Guntur tersenyum menatap Fani, “Ya sayang. Besok, Ayah urus cuti dulu.”
Fani langsung tersenyum ke Ayahnya.
“Enggak usah kasih tahu Fira dulu, ya. Ayah langsung datang saja, sewaktu pulang sekolah tunggu dia di gerbang!” ujar Peppi.
“Oh, iya benar Bu! biar jadi kejutan buat Kakak,” sahut Fani.
Guntur tertawa dan ia setuju dengan usul Peppi, “Oke.”
**
“Siapa Fir? yang bikin kamu jatuh sampai begitu ...,” Miko jadi merasa marah usai mendengar ada yang sengaja mencelakai Fira. Ditambah lagi, kedua orang tua Fira juga tidak tahu karena ia tak mau mereka mengetahuinya dengan alasan khawatir.
“Masih belum tahu, Mik. Tapi Fachrozi tahu ciri-ciri sepatunya,” sahut Fira.
Miko berusaha berbicara tenang, “Aku tahu kamu dan kamu enggak mungkin yang memulai dulu kan?”
“Aku biasa-biasa saja, berteman baik dengan siapa pun. Dan mungkin memang ada yang enggak suka sama aku,” jawab Fira.
“Ya, Fir. Selalu dekatkan diri ke Allah ya, cuma Allah tempat bergantung kita. Aku doakan kamu terus kok, Fir.”
“Thank’s, Mik.”
“Dan, enggak usah bersedih hati ya. Enggak apa-apa kos sendirian, kan masih ada Ibu kos, Bapak kos dan anak-anaknya juga. Kamu enggak kesepian toh? Kan enak juga belajarnya bisa konsentrasi.”
“Iya-iya ..., eh Mik. Ada cerita seru juga loh, tadi mata pelajarannya asyik banget ...,” Fira menceritakan ke Miko tentang pelajaran BATK dan gurunya yang bernama Pak Harto. Lalu, pelajaran Bahasa Inggris juga dan gurunya, Pak Putra.
Hampir sejam mereka berceloteh, dan Miko hanyut dengan cerita Fira tentang sejarah dan pesawat-pesawat yang ia lihat di hangar.
Miko banyak berseru, “Wow!”
Tapi, ketika Fira bercerita tentang Pak Putra, “Dia tampan banget, Mik ... ya ampun, tinggi badannya 180 lebih, suka olahraga, baru lulus magister sastra Rusia ....”