Elang tidak mengerti, kenapa langkah kakinya, justru mengiyakan panggilan Tora yang menyuruhnya untuk menemui lelaki itu. Entah kenapa, tapi Elang merasa harus menemui Tora, terlebih, Beno mengatakan bahwa hal ini menyangkut gadis yang ia suka. Sakinya.
"Mau apa?"tanya Elang ketika sudah berdiri dihadapan Tora.
Bukannya menjawab, Tora justru mencengkram erat kerah seragam Elang, dan menatap Elang nyalang.
"Goblok! Gue enggak tahu, elo se bucin ini!"ucap Tora membuat Elang semakin tidak mengerti. Elang berontak, namun cengkeraman tangan Tora semakin membuatnya tak bisa berkutik.
"Maksud lo?"
"Cewek lo. Si artis kecentilan itu, dia mau ngaduin elo dan Saki, karena bolos kemarin!!"
Elang melotot. Terkejut atas apa yang Tora katakan padanya barusan. Helma tahu darimana kalau mereka bolos pada hari itu?
"Gue enggak masalah, kalau elo yang terlibat, tapi gue enggak akan biarin, kalau Saki sampai kena hukuman! Dia enggak salah, elo yang bego karena ngajarin dia hal yang enggak bener!"
"Asal lo tahu ya, 5 tahun gue suka dia, gue enggak pernah libatin dia dalam keburukan gue. Gue suka dia, cinta dia tanpa mau liat dia kesusahan! Dan sekarang, elo ngajak dia bolos dan cewek lo mau aduin dia! Otak lo dimana?!"
Tora kesal bukan main. Sebagai seseorang yang selalu berada di belakag Saki, Tora tahu seperti apa tabiat asli seorang Saki. Gadis galak, namun berprinsip, gadis lucu sekaligus polos yang membuat Tora bahkan tak bisa berkutik. 5 tahun memendam rasa, Tora hanya ingin memastikan, bahwa Sakinya baik baik saja. Dia menyukai Saki, atau lebih tepatnya, mencintai gadis itu. Tidak akan dia biarkan, satu orang pun membuat gadis itu dalam masalah, sekalipun dia yang harus menjadi korbannya.
Baginya, Saki adalah segalanya. Melebihi nyawa dan segala apapun yang dia punya. Kasus yang menimpa Tora adalah kasus yang sama dengan Elang; perkara cinta pada jumpa pertama.
Baik Elang maupun Tora, dapat menemukan secercah harapan di balik senyum Saki yang diberikan kepada mereka. Walau tahu tidak ada yang istimewa dari senyum itu, mereka tetap jatuh dan terjerembab dalam senyum itu hingga tidak sadar, bahwa mereka bergantung pada senyum itu.
"Lihat kan? Sekarang elo malah bengong kayak orang bego! Kalo dongo, jangan berani berani lo deketin Saki gue! Saki terlalu bagus, buat lelaki dongo kayak elo!"
Elang termenung, bukan karena dia tidak tahu harus berbuat apa. Jujur, dia tidak sampai berpikir ke sana. Kiranya, sekali kali mengajak Saki bandel mungkin akan meninggalkan kesan untuk gadis itu, tidak pernah dia mengira, bahwa hal ini justru memicu sebuah bencana untuk Saki.
Seketika, dia merasa bodoh dan dungu. Dia hanya berpikir pendek, tanpa tahu apa resiko yang akan terjadi selanjutnya. Dan melihat, bagaimana reaksi Tora ketika tahu bahwa Saki dalam bahaya, membuat Elang sedikit merasa tak pantas.
Apa dia bisa mencintai Saki sebagaimana Tora mencintainya? Apa dia bisa melindungi Saki, sebagaimana Tora melindungi gadis itu?
Tora mencintai Saki mutlak, tidak ada yang bisa mengganggu gugat. Sementara dia? Saki bertanya tentang Helma saja, Elang merasa gelisah.
Apakah dia benar pantas untuk seorang gadis seperti Saki Btari Adiwiyata?
¤¤¤
"Maksud kamu?"tanya Bagja—Kepala Sekolah SMA Wiyata Mandala kepada Helma yang tiba tiba mengadu terkait kejadian bolos dua orang muridnya.
"Iya. Dua orang murid kemarin bolos. Yang pertama, atas nama Elang Haidir Wijaya dari kelas bahasa, dan yang kedua dari kelas Ipa, namanya—"
"SAYA!"
Helma menoleh, ketika suara seseorang menginterupsinya. Tora berdiri di ambang pintu, lalu masuk dan menghampiri Bagja—sang ayah. Helma tersenyum penuh arti. Drama cinta apalagi ini? Apa Tora sedang menyelamatkan Saki?
"Kamu lagi! Tora! Sekarang kamu mau mengakui kesalahan kamu?!"bentak Bagja kepada sang anak yang memang selalu keluar masuk Bimbingan Konseling sejak SMP.
"Iya, Pa. Aku sama Elang kemarin bolos."jawab Tora yang masih menatap Helma tajam.