Sekarang, bukan cuma Tora yang ngambek sama gue, tapi Elang juga ikutan. Duh, enggak tahu deh, Elang mendadak jadi baperan terus marah karena gue mau bikinin Tora telur gulung. Padahal kan, telur gulung ini adalah misi minta maaf gue buat Tora, supaya dia enggak marah dan dendam sama gue.
Tapi, yaudahlah. Elang urusan nanti, yang penting, sekarang telur gulung buat Tora udah jadi, dan tinggal nunggu si Tora, bukain pintu rumahnya buat gue.
Iya. Gue lagi di depan rumahnya Tora yang lumayan gede. Tora emang anak orang kaya sih, bapaknya aja kepala sekolah, sementara ibunya penulis yang lumayan terkenal. Rada heran, kenapa anaknya bisa jadi kayak si Tora? Apa dia begitu, karena kurang kasih sayang?
"Lah, elo ngapain kesini?"tanya Tora pas bukain pintu rumahnya. Mukanya kayak abis bangun tidur, nampaknya, dia sangat enjoy dalam melaksanakan hukumannya wankawann~
"I-Ini, gue mau kirimin hasil praktek masak gue. Terima ya?"
Tora mengernyit. Agak ragu ragu menerima bingkisan dari tangan gue. Dia suruh gue duduk, dan dia langsung buka bingkisan itu.
"WAH? DEMI APA?!TELUR GULUNG!!"pekik dia yang persis kayak orang norak. Muka dia langsung berseri banget, dan sukses bikin gue ikutan senyum lihatnya. Dia persis anak kecil yang baru dikasih permen, lucu gitu.
"Tapi.... Tumben"ujar dia yang langsung cemberut lagi. Gue cuma nunduk sambil mainin tangan gelisah. Masih feel guilty sebenernya, tapi tadi mati matian gue tahan supaya enggak terlihat canggung didepan Tora.
"Ma-Maaf, Tor," cicit gue dengan suara pelan, gue ngedongak lalu natap dia tepat di manik matanya. Baru sadar, 5 tahun kenal dia, tapi gue baru tahu warna mata dia sekarang, mata dia coklat terang, walau garis wajah dia terlihat kasar, tapi mata itu menyiratkan kesepian. Iya, kesepian.
"Maaf, karena enggak percaya sama lo dan udah nuduh elo. Gue nyesel, karena enggak percaya sama lo."
Tora menghela nafas pelan, terus senyum singkat ke arah gue. Tangannya ngambil satu tusuk telur gulung lalu dia makan sambil resapi rasanya.
"Ini enak. Rada kontras sama suasana hati gue waktu itu yang enggak enak banget."
"Maaf."
"Saosnya pedes, persis kayak kata kata elo waktu itu, yang bikin gue ngerasa dibenci."
"Iya. Gue minta maaf Tora."
"Tapi telur gulungnya nagih, persis kayak perasaan gue, setiap lihat elo. Elo selalu nagih buat gue, elo itu candu buat gue, Saki."
Gue ngedongak. Makin canggung rasanya. Apapun yang mau dia bilang nanti, semoga dia enggak bilang hal hal yang menjurus ke arah percintaan dan perasaan, karena gue belom siap dengarnya.
Dia senyum, terus ambil satu telur gulung lagi. Makannya lahap banget, seolah telur gulung buatan gue itu enak dan nikmat banget.
"Jadi, telur gulung ini senjata buat misi minta maaf lo ke gue?"
Gue mengangguk sambil hela nafas pelan. Masih sedikit canggung, tapi gue bersyukur, karena Tora enggak mengutarakan perasaannya lagi sama gue.
"Gatau kenapa, keinget elo jaman SMP yang sering makan Telur gulung. Jadi, gue berpikiran aja buat bikinin elo ginian sambil minta maaf soal masalah kemarin. Maafin gue ya, Tor. Gue tahu semuanya sekarang dan gue nyesel banget."