Aqil berlari kalang kabut, menembus jutaan manusia yang tengah asyik bergoyang ditengah tengah euforia Club.
Bukan tanpa alasan, Aqil berlari, karena barusan, Helma menghubunginya sambil menangis. Entah apa yang tengah menimpa gadis itu, yang pasti, kakinya bergerak reflek jika menyangkut gadis itu.
Pengakuannya kepada Saki tadi hanyalah kamuflase. Yang sebenarnya adalah, Aqil masih terbelenggu rasa yang sama, dan masih pada orang yang sama.
Walau satu tahun yang lalu, Helma terang terangan menolaknya bahkan ketika mereka sudah satu minggu berpacaran.
Entahlah, pesona apa yang Helma miliki, tapi Aqil terlalu jatuh cinta pada sosok Helma Wijayanto.
"HELMA"
Panggil Aqil yang sebenarnya percuma, karena ditengah dance floor begini, tidak akan ada yang bisa mendengarnya.
Aqil sesak. Oksigen diruangan temaram ini sangat sedikit. Terang saja, banyaknya manusia menyesaki tempat ini, otomatis, membuat mereka berebutan oksigen disini.
Sedang sesak sesaknya disini, sosok Helma belum juga muncul. Gumpalan kekhawatiran semakin mendominasi Aqil.
"Bangsat!" umpat Aqil ketika tubuhnya tak sengaja tertabrak seorang pria yang tengah mabuk. Belum lagi gerombolan gerombolan wanita berbaju mini berbondong bondong menghampiri dan menggodanya secara terang terangan. Membuat Aqil semakin jengah saja.
Tak lama, Aqil melihat sosok gadis berambut cokelat, tengah terduduk di kursi pojok dengan keadaan mengenaskan.
Melihat itu, Aqil berlari cepat menghampiri sang gadis, dan membuka jaket Bombernya untuk menutupi baju gadis itu yang nampak mengenaskan.
"Helma, bangun. Ini gue."ujar Aqil lembut sembari menepuk pelan pipi Helma yang basah.
"A-Aqil?"tanya Helma terbata ketika membuka matanya. Aqil mengangguk pelan, membuat Helma dengan cepat memeluk tubuhnya dan menangis tersedu di dada bidangnya.
"Gu-Gue.."
"Ssstt.. Enggak apa apa. Pelan pelan ceritain ke gue. Lo kenapa, hm?"