Elang Haidir POV
Benar dugaan gue.
Kalau gue meledak, bokap gue juga otomatis bakal lebih meledak. Karena kemarin gue membangkang ucapan dia, malam ini—tepat jam 12 malam, gue baru selesai di hajar karena ucapan gue ditelepon.
Brengsek!
Gue merasa enggak pantes buat dapat hukuman kayak gini, tapi gue enggak bisa melawan. Mama gue juga cuma bisa nangis lihat anak semata wayangnya dipukulin bahkan disaat anaknya itu enggak salah apa apa.
Cewek Brengsek!
Semua ini akibat cewek lebay itu. Gue memang sayang sama dia, karena gue dan dia tumbuh hampir sama sama. Cuma sama dia, masa kecil gue dihabiskan, tapi, lihat dia yang semakin hari semakin berubah, bikin gue semakin enggak kenal dia. Dia berubah, entah atas kesalahan siapa.
Sekarang udah jam setengah tiga pagi. Gak kerasa, gue merenung sampe dua jam setengah, padahal besok gue UKK hari pertama.
Gue mendongak, menatap langit langit kamar gue yang polos. Pertengkaran gue dan Saki sore tadi, yang bikin gue jadi lepas kendali.
Gue sadar, kalau gue udah kelewatan sama dia. Dan pasti, dia enggak akan maafin gue semudah itu.
Gue harus minta maaf gimana, supaya dia mau maafin gue? Gue enggak ada kepikiran misi apa apa. Gue cowok kaku yang enggak pernah mikirin hal semacam ini.
Akhirnya, gue milih buat tidur aja. Kepala gue pening banget. Urusan misi minta maaf, biar gue pikirin lagi nanti.
¤¤¤
Sialan!
Gue terlambat bahkan sampe 1 jam. Efek kecapean dan memar di badan gue, gue jadi enggak dengar suara alarm yang biasa bangunin gue.
Gue lari, sambil cari ruang 2—tempat gue ujian. Enggak tahu bakal ujian sama anak kelas mana, biasanya sih anak Bahasa sendiri, jadi enggak malu malu amat lah ya kalau gue telat juga.
Akhirnya, gue sampe di ruang 2, tapi ruangan ini ramai. Jangan jangan, kelas gue sekarang dicampur ujiannya?
"Maaf bu, saya terlambat."
Reflek, anak anak yang ada diruangan semuanya noleh ke gue, termasuk cewek berambut lurus sepunggung yang sekarang duduk sama CS gue satu satunya di sekolah.