10.10

Ifah Latifah
Chapter #2

SATU

Mentari bersinar cerah menyambut hari baru Kana sebagai siswi baru di SMA Garuda. Setelah mengerjapkan matanya beberapa kali dan menggeliat pelan, Kana segera bangun dari tempat tidur, lalu melangkah sempoyongan karena nyawanya belum terkumpul penuh, menuju ke kamar mandi.

Setelah beberapa saat, Kana keluar dari kamar mandi, lalu memakai seragam sekolah. Kana berdiri di depan cermin yang menampilkan seluruh tubuhnya setelah selesai mengenakan pakaian.

Kana menghela napas pelan melihat penampilan barunya sejak hari ini. Biasanya Kana memakai seragam dengan badge SMA Cakrawala, tapi mulai sekarang Kana akan memakai seragam dengan badge SMA Garuda dengan jas almamater biru dongker yang melapisinya.

Ada rasa sedih saat melepas setelan seragam yang selama ini Kana kenakan, tapi ini sudah keputusannya untuk keluar dari SMA Cakrawala. Menurutnya, ini semua adalah yang terbaik untuk hidup Kana ke depannya.

Kana menarik napasnya dalam, lalu menghembuskannya pelan. Setelah merasa lebih tenang, Kana mengambil tas, lalu keluar dari dalam kamar. Kana berjalan menuruni satu per satu anak tangga menuju lantai dasar, lalu langsung menuju ke ruang makan untuk sarapan. Sepi. Tidak ada siapa pun atau bahkan apa pun.

Kana beralih menuju dapur yang ternyata kondisinya sama seperti ruang makan. Sepi. Tanpa sengaja, Kana melihat stick note yang tertempel di pintu kulkas. Kana mengambil, lalu membacanya.

Sayang, kamu sarapan di sekolah aja ya. Mama enggak sempet masak. Ada urusan di kantor, jadi Mama harus berangkat cepet.

Kana menghela napas pelan. Hal ini sudah biasa Kana rasakan, jadi Kana tidak perlu lagi merasa sedih. Setelah membuang stick note itu ke dalam tempat sampah, Kana segera keluar dari rumah.

Kana menyusuri jalan setapak yang menghubungkan rumah Kana ke rumah berada tepat di samping rumah Kana, rumah Arka. Setelah mengetuk pintu, tanpa menunggu sang pemilik membuka pintu itu, Kana langsung saja masuk ke dalamnya.

Kana berteriak memanggil nama Arka sambil menaiki tangga menuju lantai atas. Saat di anak tang teratas, Kana bertertemu dengan Naya, adik Arka yang masih duduk di bangku SMP.

“Hai Kak Kana!” sapa Naya ceria.

“Halo Naya! Lo udah mau berangkat?” tanya Kana melihat penampilan Naya yang sudah rapi.

“Iya, Kak. Soalnya Naya belum ngerjain PR jadi harus berangkat cepet biar bisa nyontek temen.” Naya nyengir.

“Enggak heran sih.” Kana tertawa pelan. “Eh, Arka mana?”

Naya mengedikkan bahu. “Masih tidur kali. Tadi di depan rumah ada temen aku nggak? Soalnya aku minta dijemput sama temen.”

“Temen apa temen?” Kana menggoda Naya.

“Temen, Kak!” jawab Naya, tapi tak ayal dia salah tingkah.

“Kalau pacar juga nggak papa.” Kana mendekatkan wajahnya ke telinga Naya. “Gue nggak akan lapor ke Arka kok.”

“Orang temen juga.”

“Iya iya, percaya gue.”

Naya menggigit bibir bawahnya sambil berpikir sejenak. “Mm kalau entar enggak temen lagi, Kak Kana beneran enggak laporin ke Kak Arka, kan?”

Kana tertawa. “Tuh kan bener!”

“Tapi sekarang emang masih temen, Kak. Beneran kan, Kak, enggak akan dilaporin ke Kak Arka? Entar Kak Arka marah lagi kalau tahu.”

“Enggak. Asal pacarannya sehat, enggak macem-macem.”

“Ih Kak, pacaran juga belum.” Naya menutup wajahnya malu. Dia salah tingkah.

Memang dari dulu Naya dekat dengan Kana. Naya sudah menganggap Kana sebagai kakaknya sendiri, sama seperti Arka. Terkadang, Naya malah lebih dekat dengan Kana dibanding Arka karena sesama perempuan Kana lebih tahu apa yang Naya pikirkan dan inginkan.

“Ya udah sana gih berangkat, gue mau bangunin Arka dulu.”

“Oke, bye, Kak. Assalamualaikum!” Naya melompati satu per satu tangga dengan cepat, lalu berlari keluar dari rumah.

“Waalaikumsalam.”

Lihat selengkapnya