Entah apa yang dilakukannya. Mengingat dirinya saja, dia kewalahan. Apalagi mencari jalan pulang. Karena dirinya, jalanan menjadi macet. Bagaimana tidak macet? Dia berdiri di tengah jalan tempat lalu lalang kendaraan. Bunyi klakson bersahut-sahutan mengarah ke pemuda itu.
“Tolong singkirkan orang itu! Mengganggu jalan. Dasar mabuk!” umpat salah satu pengguna jalan yang merasa terganggu.
Dari arah seberang jalan, seorang lelaki setengah baya menarik lengan pemuda mabuk itu. Dibawa ke tepi jalan. Didudukkan di emperan toko. Sudah teler berat karena minuman keras. Badannya tidak mampu menopang tubuh dengan posisi duduk. Dia tersungkur begitu saja. Banyak orang di sekelilingnya yang mengumpat. Mengeluarkan kata hinaan.
Seorang wanita cantik terlihat keluar dari toko swalayan. Toko itu tak jauh dari tempat pemuda mabuk itu. Ia terlihat membawa beberapa kantong berisi beberapa pakaian baru, sepatu, juga tas. Di sampingnya berdiri seorang lelaki dengan balutan kemeja dan celana bahan rapi. Menggandeng mesra wanita itu.
“Sayang, coba lihat pemuda itu,” sambil mengarah pemuda mabuk yang tersungkur. Wanita di samping kanannya yang dipanggil “Sayang” segera menoleh ke arah yang dituju. Wanita itu terperangah. Baju yang dikenakan pemuda itu sama seperti baju yang dikenakan anaknya sore tadi. Ah, wanita itu segera menepis. Produsen baju tidak hanya membuat satu baju yang dikenakan anaknya, pasti ada yang sama – pikirnya.
“Dia sedang mabuk, orang di sekelilingnya membiarkan begitu saja.”
“Biarkan saja!” kata wanita itu ingin segera berlalu. Lelaki yang berada di sampingnya merangkul bahu wanita itu. Setelah berjalan dua langkah, wanita itu memutarkan kepala ke belakang. Melihat wajah pemuda itu. Wajahnya terlihat jelas karena tersorot cahaya lampu terang. Sontak, ia kemudian berjalan mendekati pemuda itu.
“Mau ke mana lagi, Sayang?”
“Agas…!” teriak wanita itu setelah mengetahui bahwa pemuda yang tersungkur mabuk adalah anaknya sendiri. Ya. Dia bernama Agas. Lalu oleh mereka, Agas dibawa pulang. Sesampai di rumah, Agas dipapah oleh mereka. Diletakkannya tubuh Agas di sofa.
“Aku pulang dulu, ya. Agas, dijaga baik-baik,” kata lelaki itu.
“Terima kasih.” Ibu Agas sedikit cemas karena ulah Agas. Agas sering mabuk-mabukkan. Terkadang, dia mengundang sejumlah teman untuk merayakan pesta minuman terlarang itu di kamarnya. Akhir-akhir ini, Agas jauh lebih sering mabuk setiap pulang malam. Hanya saja, baru kali ini dia teler hingga tak sadarkan diri.
Sementara ayahnya belum pulang kerja karena ada lembur. Jabatan ayahnya sebagai manager di salah satu perusahaan di Semarang, menuntutnya kerja lembur. Sambil menunggu suaminya pulang, Bu Ina duduk di samping Agas.
Tak lama kemudian, suara deru mesin mobil BMW terdengar. Memarkir di garasi depan rumah.
“Assalamu’alaikum,” salam Pak Harun yang baru pulang dari kantornya.
“Wa’alaikum salam, Mas,” jawab Bu Ina dengan sedikit lega karena suaminya sudah datang.
“Kenapa dengan Agas?”
“Dia teler karena minuman keras,”