Suatu kala, Sakawuni bersama Lorr En di tepian sungai rendaman.
"Mereka sudah pergi," kata Sakawuni. Yang dimaksud adalah ketiga Penyihir Kuning.
"Kau marah karena aku tak setuju akan kehendakmu?" tanya Lorr En.
"Tidak, Kanda," sembari ia memberikan secangkir herbal seperti biasanya.
"Rasanya amis," kata Lorr En setelah meneguk jatah obat harian buatan istrinya.
"Aku menambah kadar kulit kadal," jawab Sakawuni singkat.
"Mereka bukan orang-orang yang dapat dipercaya," kata Lorr En masih membahas Penyihir Kuning.
Sakawuni tak menjawab apapun, cukup memandangi Lorr En raut muka dan matanya tampak mulai sayu.
"Kenapa?" ada yang tidak beres, Lorr En melihat ke dalam cangkir herbal yang isinya sudah habis diminum.
"Kamu ... memberiku apa?" Lorr En merasakan lelah dan mengantuk.
"Kamu?" tak sempat menanyakan lebih lanjut, rasa kantuk dahsyat tak tertahankan lagi, Lorr ambruk di tempat dan tergeletak begitu saja. Tertidur.
"Maafkan aku, Kanda. Aku mencampur pil putih ke dalam herbal," tak tega sebenarnya, Sakawuni agak berkaca-kaca melihat Lorr tergeletak di sisi sungai.
"Nanti bila siuman, tak mengapa engkau marah padaku," niat Sakawuni sudah bulat untuk mengambil satu bayi saja.
"Bagaimana caranya?" sekarang benar-benar dia bingung bagaimana cara mengambil janin yang sebenarnya belum waktunya. Gumpalan janin ada di dasar sungai cukup dalam. Ia tak punya kemampuan berenang sehandal suaminya.
"Ah, dasar bodoh aku!" tak kepikiran sampai ke situ, "Sekarang bagaimana ini?" sembari ia memperhatikan Lorr tergeletak pulas. Nafasnya teratur naik turun.
Belum lama ia mengamati pergerakan suaminya, tiba-tiba terdengar gelembung meletup di permukaan air. Sakawuni melihat semakin jelas gelembung kian banyak. Seperti ada yang naik ke permukaan.
"Ah!" pekik Sakawuni, seonggok gumpalan berselimut kulit ari muncul ke permukaan air dan menyita perhatian.
"Apa itu?" pikir dia segera menggapai gumpalan bergerak-gerak itu.
"Janin?!" bak kejatuhan durian, atau pucuk di cinta, ulam pun tiba. Sesuatu baru dipikirkan, tiba-tiba terwujud. Gumpalan berisi janin muncul ke permukaan air.
"Bayiku!" saking senangnya, Sakawuni lekas-lekas menggapai gumpalan janin yang tidak jauh dari tepian. Tidak sulit mengambilnya. Diraihnya gumpalan janin itu, sekarang berpindah ke pelukannya.
Gumpalan janin berselimut ari tebal. Sedikit sayatan dan kulit ari-ari terbelah, tampak makhluk bayi di dalamnya. Pecah pula dengan tangisan bayi menangis.
"Bayiku ...," Sakawuni berlinangan air mata seiring putri pertama lahir.
"Perempuan," terisak Sakawuni sembari memeluk bayinya. Sebentar ia memotong tali pusar dengan alat seadanya. Menyelimutinya dengan selendang, lalu menyusui untuk pertama kali.
"Ssh ... tenanglah. Ini ibu, sayang ...," dicium dan dipeluknya berkali-kali untuk menenangkan si Bayi. Sesekali ia melihat ke posisi Lorr masih tak sadarkan diri.