100 Laskar Katak

JWT Kingdom
Chapter #3

Ritual Purnama Berbintang

Di malam ketika rembulan menari di antara bintang-bintang, dua jiwa duduk bersila di bawah pohon tertua di Teluk Saptawana. Persisnya, tidak jauh di belakang rumah pondok. Sakawuni dan Lorr En mempersiapkan ritual malam pertama dengan ramuan tonik yang dimasak selama satu pekan penuh. Sebuah kendi besar dari tanah liat, berisi racikan rahasia yang dibuat Lorr En sendiri.

"Apa ini, Kanda? Warnanya seperti lumpur, tapi uapnya, wangi sekali ...," ujar Sakawuni heran dan pelan, "Berbaur aroma getir ..., tetapi semakin memasuki kerongkongan, mengggah selera ...," Sakawuni tak tahan ingin rasanya mencicipi satu sendok pertama. Lidahnya terlanjur mengecap rasa pahit dari uap yang mengepul dan tersangkut di tenggorokan. Ramuan itu bukan sekadar obat, tetapi pintu menuju pemahaman alam semesta. Suara tuangan cairan panas ke dalam cawan dari kendi tanah liat. Uap mengepul.

Lorr En menjawab tenang dan penuh makna, "Ini Ramuan Tonik Bintang Amwapathira. Resep dunia kami. Bukan dari manusia. Aku meraciknya dari embun gunung dan akar langit. Sekali teguk ..., kau akan mencicipi rasa seluruh dunia," jawab Lorr En.

Suara Sakawuni meniup pelan cawan. Kemudian memulai tegukan kecil. Sunyi sejenak.

"Hhhh ... tapi ... apa ini, Kanda? Sangat getir. Anehnya, begitu memasuki kerongkongan, ini seperti ... seperti madu yang melebur dengan bara!" Sakawuni kaget, dengan ekspresi berubah senang.

Lorr En tersenyum samar, "Itulah rasa pertama dari intisari kehidupan. Pahit ... karena kejujuran. Hangat ... karena keberanian. Dan manis ... karena kau siap melihat dunia dengan mata hati seorang pelindung yang penuh kasih sayang. Semakin dirasa, ramuan ini akan semakin menjadi candu. Ramuan langka dan hanya terjadi sekali seumur hidupmu."

Ramuan itu bukan hanya untuk tubuh. Tapi untuk membuka gerbang jiwa. Dalam satu tegukan, Sakawuni merasa seluruh rahasia hutan, bintang, dan suara roh leluhur, menyatu di dalam dirinya.

Suara lembut napas Sakawuni, jantung berdetak pelan, gema jauh suara kuno seperti bisikan roh, "Aku ... bisa mendengar mereka, Kanda. Suara yang dulu hanya ada dalam mimpi," Sakawuni berbisik, hampir tak terdengar.

"Kini engkau bukan hanya Sakawuni. Engkau adalah Cahaya dalam Ritual Rembulan Berbintang," Lorr En membalas sembari menatap Sakawuni lekat-lekat. Mereka berdua saling berhadapan dan mengangkat masing-masing cangkir tanah liat, lalu meminum bersamaan, "Ramuan ini akan habis untuk kita dalam satu pekan ke depan, aku akan melengkapi sisanya dengan racikan pamungkas," kata Lorr En seraya mendekati kendi besar berisi ramuan penuh yang sedang direbus.

"Kau tahu apa yang ada di dalam ramuan ini?" tanya Lorr En, memperhatikan cairan kental di cangkir. Sakawuni pun penasaran. Ia menggeleng pelan.

"Satu hal yang mendorong niatku sampai rela semalaman mendaki terjal hingga puncak. Yang kuraih di sana, adalah Bunga Mahkota Tujuh Tingkat. Bunga gaib yang dijaga ribuan ular!" kata Lorr En, lantas pandangannya beralih pada Sakawuni tercengang menatap cangkirnya berisi ramuan.

"Kemudian aku terjun ke laut, menyelami dalamnya samudra dengan ombak ganas. Dasar yang indah menyimpan mutiara tersembunyi. Aku mengambil esensi alam, Bunga Mahkota Tujuh Tingkat dan Mutiara Biru Jantung Laut. Dua esensi yang paling diburu untuk bahan tonik ritual," lanjut Lorr En tanpa mengada-ada. Tentu membuat dahi Sakawuni berkernyit.

Terbayang jelas di kedua bola mata Lorr En, perjalanannya yang luar biasa. Suara angin gunung menggigit, derap langkah mendaki, dan hembusan napas berat. Sebelum malam ritual tiba. Lorr En telah menantang dua penjaga alam yang tak kenal ampun. Gunung tertinggi dan samudra tergelap. Batu terinjak, napas berat Lorr En mendaki, gelegar petir di kejauhan. Ia mendaki punggung perbukitan terjal, melewati jurang-jurang dingin dan awan yang menusuk kulit. Tujuannya satu, Bunga Mahkota Tujuh Tingkat. Tumbuh di ujung tanduk bumi. Dijaga oleh ribuan ular gaib.

Desis ribuan ular.

"Aku tak datang untuk merusak, tapi memohon izin untuk satu kelopak keabadian," ujar Lorr En, berkata pada alam dan semua makhluk melata di tempat itu. Dentingan lembut saat kelopak bunga menyentuh tangan. Dan ketika bunga itu mengizinkan dirinya dipetik langit pun menggemakan restu.

Ombak menggulung, angin laut, deburan keras. Namun itu baru setengah jalan. Lorr En melompat dari tebing, terjun menembus ombak, menuju kedalaman laut legendaris. Laut Arupa. Gelembung air, suara menyelam, lalu keheningan magis. Di dasar yang sunyi, di antara taman karang bercahaya, terletak satu.

Mutiara Biru Jantung Laut.

Kilau magis. Suara detak jantung. Lalu dentingan seperti lonceng air. Lorr En berbisik, menahan napas, "Kau adalah denyut pertama dari dunia air. Datanglah bersamaku untuk menyembuhkan dunia atas."

Dua esensi tertinggi alam, tidak bisa dicuri. Hanya bisa diberikan, pada mereka yang layak. Dan Lorr En adalah jiwa yang terpilih.

Kemudian saat perjalanan pulang, sangat tidak disangka. Satu keberuntungan dari satu juta peluang. Bintang jatuh dari langit dan kilat mendarat di ujung mata Lorr En. Ia penasaran dan berlari menghampiri jatuhnya benda langit yang sekelebat itu. Sangat tak disangka, apa ditemukannya adalah Bintang Surga yang langka. Karunia dan anugrah dalam malam penuh rahasia. Akhirnya, tiga esensi alam memasuki kendi yang nanti jadi bahan ramuan tonik.

Dalam perjalanan pulang, tak ada yang menduga, bahwa langit akan memberi satu hadiah terakhir. Suara bintang jatuh — siulan keras lalu ledakan lembut. Cahaya melintas di langit. Di antara sejuta kemungkinan. Satu bintang terjatuh di hadapan Lorr En. Dan cahaya terakhirnya berpendar di ujung matanya.

Detak jantung pelan, suara napas tercekat Lorr En, setengah berbisik kagum, "Apa itu barusan ...?" rasa penasaran membuncah, ia berlari menuju kobaran cahaya, melewati ilalang, bebatuan, dan napas yang memburu. Langkah cepat, suara napas tergesa, suara nyala kecil api kosmik. Di ujung lembah sunyi, ia menemukan sebuah objek mungil, bersinar keperakan berdenyut seperti jantung. Itulah ...

Bintang Surga!

Lihat selengkapnya