Memasuki tahun ajaran baru. Sebagai siswa harus kembali ke sekolah. Aku bersemangat seperti pertama kali memilki perasaan kepada Dave. ingin rasanya segera bertemu dengannya. Sesampainya di kelas, yang ku dapati kelas masih sepi. Ya ini karena aku berangkat ke sekolah terlalu pagi. Haha. Jam 6 biasanya aku sudah tiba di sekolah.
Aku dan Dave, duduk satu baris. Dan sangat dekat jaraknya. Hanya satu atau dua langkah saja. Aku berada di sebelah kiri Dave dan Dave berada di sebelah kananku. Jadi aku bisa tetap didekatnya.
Rasa-rasanya aku gemas sekali dengan Dave, ya karena dia pria yang humoris, pintar, humble, dan mampu mengerti perasaanku.
Jam mulai menunjukan pukul 06.30, kelas sudah mulai terlihat ramai. Dave belum juga terlihat. Aku memilih keluar kelas. Beruntungnya kelasku berada dibagian tanah yang tinggi. Karena model sekolahanku ini luas, bukan bertingkat. Jadi, aku bisa melihat orang-orang yang hilir mudik kesana kemari melewati lapangan bola.
“nah itu Dave” ucapku dalam hati. Aku masih memandanginya dari kejauhan saat Dave berjalan menuju kelas. Ketika menaiki tangga di dekat kelas, aku tersenyum kepada Dave.
“Giy lu ngapain disini? Gak ada PR kan ya?” (berjalan mendekatiku)
“ngga papa Dave, nyari angin” padahal jawaban yang benar adalah aku menunggu Dave, bukan sekedar mencari angin.
“iya Dave, gak ada PR amaannn! Lagian ini baru aja tahun ajaran baru omegat. Haha”
“yah siapa tau Giy, yaudah gw masuk dulu yak”
“ya Dave”
Dave masuk ke kelas untuk meletekan tas mahalnya. Aku yang tadinya berdiri ketika menunggu Dave, kemudian memilih duduk di teras depan kelas. Menikmati udara pagi di lingkungan sekolahku. Sejuk dan segar karena kebetulan sekolah ini berada di dataran tinggi.
Setelah cukup puas berada diluar kelas, aku masuk ke dalam. Dan aku baru menyadari akan satu hal pada diri Dave.
Wajahnya jadi lebih coklat setelah pulang dari liburannya di Jakarta. Bentuk pipinya juga masih sama, tirus. Mata kecilnya juga masih sama. Dave masih sama seperti biasanya. Dan perasaanku untuk Dave sudah berbeda. Makin menyukainya.
Hari ke hari, bulan ke bulan dilewati. Ujian semakin dekat. Mau tidak mau, aku dan teman-teman seangkatanku harus mengikutinya. Mulai dari ujian praktek dan ujian tulis berbasis komputer.
Saat pelajaran seni budaya, aku dan teman-teman satu kelas diperintahkan untuk membentuk kelompok persiapan ujian praktik. Diantaranya ada praktek menyanyi dan menari. Untuk kelompok menyanyi aku memilih tiga orang teman-temanku termasuk Dave. Lagu yang kami bawakan ialah Sheila On 7 – Hari Bersamanya.
Ya karena lagu itu mirip dengan keseharianku melewati hari-hari disekolah bersama Dave. Suara Dave cukup bagus apalagi dia memiliki aksen Jakarta yang masih kental. Ujian praktik selanjutnya ialah menari, lagi-lagi aku memilih Dave agar bisa satu kelompok denganku. Hampir setiap hari aku berlatih menari dengan Dave.
Secara tidak langsung, intensitas waktuku dengan Dave jadi lebih lama. Aku bersyukur dan sangat menikmati itu walaupun cukup melelahkan setibanya dirumah.
Kami menjadi lebih sibuk mempersiapkan ujian praktik. Dave menyemangatiku, begitupun sebaliknya. Bahkan ketika praktik story telling. Dari jendela Dave tersenyum dan memberikan wajah yang ceria agar aku tidak gugup.
“Semangat Giy!! Bismillah”
Aku hanya tersenyum dan mengangguk.
Setelah menghela nafas.
“The wind and the sun argued about which of them was the strongest. the wind said. “I am so powerfull that I can blow all the clouds …”
“…The End”
Lega rasanya aku melewati ujian praktik story telling ini, “heuhh lega bangeett Dave, Alhamdulillah”
“cakeepp Giy!! Bagus lu tadi”
“huh? Sriusaannn? Hehe makasih Dave, itu juga berkat semangat dari kamu” (aku tersenyum sambil mengangkat kedua ibu jariku)