Sekitar satu bulan kemudian, saat itu pukul dua malam tiba-tiba Putri meneleponnya. “Al, pengen es dawet, cariin yah," perintah Putri kepadanya.
“Jam berapa ini Mbak, masa ada yang jual es dawet jam segini?”
“Gak mau tahu, pokoknya harus ada,” jawab Putri dengan manja dan sedikit memaksa.
“Iya Mbak iya,” jawab Alpha dengan wajah suram.
Alpha yang sedang berada di basecamp mengenakan jaketnya dan mengajak Radin mencari es dawet.
“Din, jam segini nyari es dawet kemana yah, perempatan Baghdad?” tanya Alpha.
“Lah gak tahu, lagian lu punya cewek aneh banget, jam segini minta es dawet, kagak bisa besok aja?” ucap Radin.
“Gua juga bingung Din, otaknya udah geser ke perut kayaknya.”
“Coba tanya lagi, beneran kagak itu minta es dawet.”
“Beneran Din, ayo cabut, lu ikut gua nyari, gua takut di begal jam segini keliaran, kalau bawa lu kan aman, muka lu lebih serem soalnya, hahaha,” ejek Alpha sembari tertawa.
“Sialan, gua bilang Jack dulu suruh tutup gerbang.”
Mereka pun berkelana ke barat jauh bersama mencari es dawet hingga mentari terbit di ufuk barat.
Keesokan harinya.
Siang itu suasananya sangat sunyi, hanya terdengar suara langkah kaki yang berbunyi serempak dan terik matahari yang panas terasa membakar menembus kulit.
Dari dahinya nampak keringat bercucuran membanjiri tubuhnya, Alpha bersama teman-temannya keluar dari kendaraan dan berjalan memasuki sebuah bangunan.
Bangunan tersebut adalah pusat pangkalan data, tempat dimana semua arsip disimpan.
Disana terdapat beberapa orang yang sedang duduk, bahkan ada yang terbaring lemah kehilangan kesadaran dengan mulut menganga di sudut bangunan seolah dia sedang dalam mimpi indah karena dari mulutnya keluar cairan berwarna putih bening dengan buih dan dapat dipastikan cairan tersebut adalah iler yang menetes.