Jakarta, 1 Januari 2024
“Kamu main gila sama sahabat aku sendiri? Tega kamu!”
“Enggak sayang, kamu salah-”
Gadis dengan kemeja marun itu mengangkat sebelah tangannya, mengisyaratkan lelaki yang hanya menggunakan celana pendek itu untuk diam, “Maksudnya, enggak salah lagi, kan? Jujur aja, anjing!”
Lelaki jangkung itu mengusap wajahnya frustasi, "ini cuma kesalahpahaman aja, Tasha! Please, dengerin penjelasan aku dulu. Aku sayang kamu, gak mung-"
"Udah, ngaku aja! Dasar brengsek, kenapa harus sahabat gue?” Tanyanya, emosi. Ia mengalihkan pandangannya pada wanita di atas kasur, “Va, kenapa harus sama pacar gue? Lo itu udah gue anggap kayak adek gue sendiri. Gue kurang baik apa lagi sama kalian?" Tanyanya, tercekat.
Tasha tidak lagi dapat membendung air matanya. Cairan bening itu meleleh, membentuk dua buah sungai besar di kedua pipinya yang merah. Ia menghentakkan kakinya kesal, memijat keningnya yang mendadak pusing. Seharusnya, dia tidak keras kepala dan merencanakan kejutan sialan ini. Pada akhirnya, dia sendiri yang dikejutkan oleh lelaki yang sudah dua tahun ini telah menjadi kekasihnya. Tidak habis pikir dengan apa yang mereka inginkan, padahal ia telah sangat baik kepada mereka.
Dalam selimutnya, Diva juga ikut menangis, "maaf, Sha."
Bukannya mereda, emosinya kini semakin memuncak. Ia menghapus jejak air matanya kasar, berlalu begitu saja dari kamar hotel tersebut. Tanpa menoleh ke belakang, gadis itu bergegas pergi dari tempat tersebut. Mencari keberadaan mobilnya di basement, berharap segera keluar dari neraka sana.