"Lo cemburu?"
Haekal langsung berbalik, mengangkat piring-piring itu bersamanya ke dapur. Tidak tinggal diam, Tasha mengikutinya karena belum mendapatkan jawaban yang ia inginkan. Ia tidak dapat menolak fakta, bahwa lelaki itu cukup membuatnya penasaran dengan kepribadiannya yang sok misterius ini. Dia tidak ingin kalah dan tidak berkutik lagi di hadapannya. Posisinya lebih tinggi darinya, ia ingin mengajarkan sopan santun kepadanya.
Haekal menyimpan piring kotor di tempat cuci piring, meninggalkannya saat Ridwan datang dan kembali ke tugas utamanya sebagai kasir. Ia dengan cepat melayani pelanggan yang memesan, terlihat baik-baik saja setelah mengatakan kalimat ambigu di depan tadi. Tasha masih memperhatikannya, sampai Ridwan memintanya untuk bergeser karena tidak dapat menjangkau kerjaannya. "Punten, Teh. Saya mau cuci-"
"Dia emang nyebelin, ya? Gak sopan banget."
Ridwan menatapnya tidak mengerti, maksudnya siapa? Haekal? Rekannya itu telah melakukan apa sampai membuat atasannya kesal seperti ini? Entahlah, ia hanya ingin segera membereskan pekerjaannya dan bergegas pulang ke kontrakannya untuk beristirahat. Hari ini lebih padat dari kemarin, lelaki itu mulai merasa lelah dengan rutinitas yang telah dilakukan selama dua tahun terakhir ini. Tapi, kalau tidak bekerja di sini, ia tidak dapat bertahan hidup. Tidak ada pilihan lain selain sabar dan menjalankannya.
Tasha pergi ke ruangannya, menelepon Maminya.
"Yang namanya Haekal bisa aku pecat aja, gak?!"
"Alasannya apa?"