Sekarang, hari pemilihan dan jantungku dag-dig-dug tidak keruan. Sonia sudah masuk ruang rapat sejak pukul 10.00 tadi. Sesuai kebiasaan, Dewan Redaksi Finia yang terdiri atas Ketua OSIS, Ketua Majelis Perwakilan Kelas, dan lima jurnalis senior sekolah akan rapat untuk menentukan siapa yang akan menjadi pemred majalah, lalu membawa keputusan itu pada wakil kepala sekolah bidang kesiswaan. Nantinya, dewan redaksi akan menjelaskan alasan mereka memilih calon tersebut, lalu kalau semua oke sama wakepsek, keputusan segera diumumkan. Ada dua nama yang dicalonkan teman- teman redaksi, aku dan Poni Zebra. Aku berharap, akulah yang dipilih. Harapan yang kian hari kian terasa muskil. Pengaruh Poni Zebra sangat kuat di Finia. Meski, menurut sebagian orang kemampuan menulisnya lemah, toh ... orang-orang menyukainya karena konon dia sangat dermawan.
“Adriana, ajukan pertanyaan!” seru Bu Fitria dari
depan kelas. Aku tersentak, ternganga. Pertanyaan? Kubaca tulisan di papan tulis. Perkotaan.
“Maksudnya?” aku bingung. Beberapa orang terkikik.
“Satu pertanyaan untuk tugas, Na,” Uwi memberi tahu di sela keributan kecil itu.
“Pertanyaan untuk tugas?” aku tambah bingung. “Adriana, apa yang kamu perhatikan dari tadi?”
tanya Bu Fitria. Suaranya tajam, menggigit kepercayaan diriku.
“Maaf, Bu, saya ... ngg.”
“Melamun,” sahut seseorang. Suara Nata. Kelas terkikik lagi.