180 Derajat

Erna Zurnaini
Chapter #2

2. Tahun 2000

Waktu merangkak ke pukul 10.30 pagi, lonceng tanda berakhirnya jam istirahat akan berbunyi. Lonceng istirahat telah berbunyi 15 menit yang lalu, tapi aku memilih bermalas-malasan menyandarkan kepala pada dinding kelas seorang diri. Aku memikirkan akan melanjutkan kuliah kemana, sembari membaca brosur daftar nama-nama kampus yang aku ambil dari surat kabar.

Aku keluar kelas, mataku menangkap awas Herman dan Leo bermain gitar di teras kelas. Tidak peduli dengan orang yang terganggu dengan suara mereka. Mungkin hanya aku satu-satunya yang memilih duduk di dekat mereka. Memperhatikan mereka bernyanyi. Leo berhenti bernyanyi, membiarkan Herman menikmati suara emasnya sendiri.

“Tidak ke kantin Al?” Leo bertanya. Anak laki-laki sekelasku, berbadan kurus berkulit hitam rambut agak botak. Aku hanya menggeleng cepat. Menikmati suasana di depanku, beberapa siswa laki-laki bermain takraw di lapangan. Cuaca hari ini panas.

"Hey Al, mengapa melamun?" Leo bertanya kembali.

"Aku tidak melamun, aku sedang berfikir ini, masih bingung mau kuliah dimana. Kita kan sudah kelas tiga, Bapak dan Ibu aku menyuruh kuliah, sayang kalau cuma jadi pedagang seperti mereka katanya." Aku menyangga tangan ke dagu wajah.

Sebenarnya aku bercerita itu bukan kepada Leo tapi ke Herman yang sudah sempurna berhenti bernyanyi. Herman adalah temanku dari kecil, sejak SD dia pindah dekat rumahku. Sejak itu kami mulai menghabiskan waktu bermain bersama, kami? Ya, siapa lagi kalau bukan Aku, Herman dan Niza. Kami suka bermain air di sungai, menangkap kecebong di parit, atau ikut bermain layangan di lapangan bola.

"Apa sih susahnya kuliah, tinggal pilih kampus, pilih jurusan, masuk, belajar. Setahuku kau cerdas Al. tinggal tunjuk kampus yang mau aja." Leo nyeletuk. Merebut gitar di tangan

Herman. Memutar setelan senar gitar. Mencoba nada yang tapat. Sontak aku menimpuk

kepala Leo dengan buku kunci gitar terbaru, bergambar personil Dewa 19 yang di sampingnya. Leo tidak menghiraukanku, lebih memilih memetik gitar. Kalau saja Leo berniatmembalas mungkin aku telah menjerit kesakitan. Badan Leo tinggi besar.

Lihat selengkapnya