17 Juli 1998
Hari ini memasuki tiga bulan aku telah duduk sebagai pelajar SMU, umurku 16 tahun. Aku seorang anak tunggal, meskipun orangtuaku sibuk bekerja namun mereka tetap mengusahakan pendidikanku. Suasana kelas tenang hari ini. Pak Bahar akan mengumumkan hasil ujian.
"Nilai ujian harian kalian buruk sekali, dari 40 soal. Kenapa cuma benar satu dua soal, apalagi Koko." Suara pak Bahar meninggi.
Koko terlihat masam, namanya disebut. Bukan sebab dia mendapat nilai terendah ujian ini, hanya saja Pak Bahar sengaja menyindir namanya karena dia alih-alih menyimak pak Bahar malah justru sibuk berbicara dengan temannya. Koko berbadan gempal, berkulit putih bersih, itulah kenapa dia dipanggil koko. Mirip chinese kata kakak-kakak kelas ketika mos.
"Hanya ada satu siswa yang mendapat nilai 90, nyaris sempurna. Dia siswa kelas sebelah, si Tritan dan di kelas ini nilai tertinggi diraih oleh Alenia." Semua siswa bertepuk tangan riuh. Karena Tritan sudah terkenal kecerdasannya dan ketika ada siswa yang bisa menyamai nilainya itu akan menjadi sesuatu yang luar biasa. Alenia tersenyum penuh kemenangan.
"Selamat Alenia, ditingkatkan lagi ya. Ingat ini baru ujian harian. Sebelum Bapak menutup pelajaran hari ini, Bapak akan memberikan kuis sederhana. Siapa yang bisa menjawab akan Bapak tambahkan ke nilai ujian harian ini. Setuju? "
"Ya setuju" Seluruh siswa-siswi menjawab serentak. Walau ada satu dua yang tidak berminat menjawab pertanyaan pak Bahar.
"Semua siap? " pandangan pak Bahar menyapu kelas.
"Siaaaaapppǥ" siswa-siswi serempak menyahut. Semua memasang wajah antusias. Setidaknya lumayan bertambah nilainya.
“Jangan sulit ya pak kuisnya” beberapa teman nyeletuk dari belakang.
"Pada tahun berapakah komet halley muncul untuk pertama kalinya? "
"Yah bapaaak" Keluh salah satu temanku.
"Susah ini pak" temanku lain tak mau kalah.
Beberapa yang lain terlihat kasak-kusuk. Beberapa yang tidak tahu jawabannya pasrah dengan wajah kecewa. Pak Bahar tersenyum, penuh kemenangan.
"Ada yang bisa?" tanya pak Bahar sekali lagi. Semua siswa terdiam. Mereka saling berpandangan, melihat kiri kanan mungkin ada temannya yang bisa menjawab, agar segera istirahat dari jam pelajaran
Guru berusia kira-kira 50 tahun menyambut raut lesu siswa-siswa dengan terkekeh. Ia selau terlihat berambut klimis, saku celana belakangnya tak lupa diselipkan sisir kecil.
Guru Geografi sekaligus guru matematika di SMU ku. Pak Baharuddin lulusan SPG (Sekolah Pendidikan Guru).
"Kalian itu kalau istirahat sempatkan ke perpustakaan, membaca. Ini setiap hari ke warung makan pecel." Pak Baharuddin terkekeh ringan. Menumpuk buku pelajaran, bersiap untuk menutup pelajaran. Karena ku lihat sudah tidak ada yang bisa menjawab. Aku memberanikan diri mengangkat tangan.
"Ya Alenia? Kalau Al mau bertanya kapan Bapak akan keluar, ini sebentar lagi Bapak mau keluar. " Canda Pak Bahar.
"Eh bukan pak, anu eh Komet Halley pertama kali melintas tahun 1835 pak." jawabku.
"Al yakin?" Pak Bahar tersenyum padaku lalu melirik ke seisi kelas. Seperti ingin mempertanyakan kebenaran jawabanku.
"Saya yakin pak. Komet halley melintas setiap 76 tahun sekali. Jika ia telah melintas pada tahun 1835, 1910, 1986 maka ia akan melintas lagi pada 2062. 62 tahun lagi pak. " jawabku mantab.
Pak Bahar diam beberapa saat. Aku mencemaskan kebenaran jawabanku. Tapi aku yakin perhitunganku tidak meleset.
"Yap benar, nilai Alenia menjadi 100 dan mengalahkan Tritan. Karena tadi di kelas sebelah Tritan pun tidak bisa menjawabnya. Baiklah. Selamat siang. "
Kelas heboh dengan gemuruh tepuk tangan. Satu karena ada siswa di kelasku yang bahkan secara tidak langsung telah mengalahkan rekor Tritan, dua mereka sudah siap menyerbu pecel di kantin.
"Selamat ya Aleniaku. " Niza menggenggam tanganku lalu berlari gontai ke keluar kelas membawa bekal makanannya di tangan kanan.
Aku merapikan buku-bukuku di atas meja, ingin menyusul Niza. Pensilku terjatuh. Saat aku hendak mengambil, ada tangan lain yang lebih dahulu mengambilnya. Aku menyibak rambutku.
Dia adalah Jeda.