180⁰

Late
Chapter #1

Lembar Kuisioner

Rabu, 3 Februari 2021, ditulis dengan huruf besar pada bagian atas daftar pengunjung salah satu mall ternama di Ibukota. Disana pula tengah berdiri dua orang pemuda yang sedang mengantre untuk mengisi daftar pengunjung tersebut. Mereka adalah Upi dan Akel, dan ini adalah hari ketiga mereka mengunjungi mall tersebut. Dihadapan mereka, berdiri seorang penjaga pintu masuk yang memiliki badan besar serta kulitnya yang agak gelap. Tak lupa, dia juga memiliki wajah seram yang cukup ampuh untuk membuat orang-orang patuh pada aturan. Uniknya, disana hanya dia seorang sajalah yang ditugaskan untuk menjaga pintu masuk utama tersebut. Tapi walau demikian, keadaan disana selalu aman terkendali walau hanya dia seorang diri yang menjaga. Namanya adalah pak Karim, pria yang tahun ini umurnya akan menginjak kepala lima, dan juga, ini adalah tahun ke-20 dia bekerja disana.

Hari ini, seperti biasa Upi dan Akel mengenakan pakaian terbaiknya untuk bisa setidaknya menarik perhatian para pengunjung disana. Dibalut dengan kemeja berwarna monokrom serta sepatu sneakers model terkini, mereka berdua pun mulai memasuki mall tersebut dengan amat percaya diri. Saking percaya dirinya, sampai terus menyapa beberapa orang yang kebetulan sudah mereka kenal disana sejak hari pertama. Berbasa-basi membicarakan kabar masing-masing.

Tujuan mereka datang hari ini ke mall tersebut masihlah sama sejak hari pertama, yaitu melakukan penelitian untuk keperluan tugas akhir mereka. Pada penelitian tersebut, mereka mengajak beberapa pengunjung untuk berpartisipasi dalam mengisi kuisioner yang sudah disiapkan. Dan mereka berdua akan terus melakukan penelitian tersebut sampai setidaknya data yang mereka kumpulkan terbilang cukup. Tapi naasnya, sudah hari ketiga mereka ada disana, namun data yang terkumpul masih terbilang sangatlah sedikit, malah belum ada separuhnya.

Seperti kebanyakan laki-laki yang tengah beranjak dewasa, sebenarnya tujuan mereka memilih mall tersebut bukan hanya sekedar melakukan penelitian semata. Bisa dibilang itu adalah insting laki-laki, mencari tempat dimana berkumpulnya para wanita idaman mereka berada. Dan jika beruntung, akan mendapatkan setidaknya seorang kenalan baru yang mungkin kedepannya bisa dijadikan pacar. Sekali dayung, dua pulau terlampaui. Menarik kan?

Kini, waktu sudah menunjukkan pukul 02.00 siang. Dan sebenarnya, hari ini mereka berdua datang sedikit terlambat dari biasanya. Melewatkan waktu-waktu krusial yang dimana para pekerja kantoran akan datang mengunjungi mall tersebut untuk makan siang atau sekedar cuci mata. Padahal, waktu tersebut adalah saat dimana pengunjung mall meningkat berkali-kali lipat daripada jam-jam yang lainnya.

Setelahnya, mereka pun bergegas memasang sebuah meja berbahan stainless yang bisa dibongkar pasang serta alat tulis yang sebelumnya sudah mereka simpan. Dan kemudian, membagi tugas dengan cara berjaga pada masing-masing sisi mall. Upi akan berjaga pada bagian utara, sedangkan Akel akan pergi ke arah sebaliknya.

"Berapa target kita hari ini, Kel?" ucap Upi sebelum mereka berdua beranjak pergi ke tempat masing-masing.

"Gatau, kalau bisa sih lebih dari 20 ya. Soalnya, dari hari pertama aja kita baru dapat 34 lembar dari target 80. Masih jauh banget!!!" jawab Akel dengan senyum yang dipaksakan, sedikit pesimis mengingat antusias para pengunjung.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tanpa terasa, dua jam pun telah terlewati begitu saja. Dan sedari tadi, totalnya baru ada tiga orang pengunjung saja yang mau menjadi partisipan dari penelitian mereka. Jumlah yang membuat Upi semakin lesu tiap kali ada pengunjung yang menolak tawarannya. Demikian pula dengan Akel. Tapi, sudah sekitar 15 menit yang lalu dia telah kembali ke meja stainless mereka, dan mulai memperhatikan Upi yang sibuk menawarkan kuisioner tersebut dari kejauhan. Mencoba untuk mencari letak kesalahan yang sebetulnya tidak ada. Sebenarnya, kuisioner yang mereka buat sangatlah bagus, malahan hampir mendekati sempurna. Setiap pertanyaannya dibuat menarik dan tidak membosankan oleh Akel.

"Ga ada yang salah kok, tapi kenapa?!" gumam Akel, "padahal sejak hari pertama, setiap orang yang isi kuisioner ini juga ga ada keluhan, tapi kenapa?" lanjutnya.

Sementara itu dari sisi Upi,

"Permisi ka, aku mahasiswa dan sekarang lagi melakukan penelitian. Kalau boleh, aku minta waktunya buat isi kuisioner boleh?"

"Permisi bu, aku mahasiswa dan sekarang lagi melakukan penelitian. Kalau boleh, aku minta waktunya buat isi kuisioner boleh?"

"Permisi ka," belum sempat Upi melanjutkan kalimatnya, orang tersebut langsung mengangkat tangan dan memberi tanda kalau dia tidak tertarik sama sekali.

Dari balik meja, Akel terus bergumam sambil memperhatikan Upi yang tengah sibuk menawarkan kuisioner. Ada beberapa pengunjung yang langsung tertarik, beberapa lagi tertarik setelah mengetahui isi kuisioner dan sisanya tidak tertarik sama sekali.

Butuh waktu lama bagi Akel untuk terus memperhatikan Upi. Sampai pada akhirnya, dia pun berhasil mencapai pada sebuah kesimpulan.

"Mmm.. layak dicoba," ucapnya pelan, "Pi, sini deh," lanjutnya sambil mengangkat tangan dan memanggil Upi. Dan tanpa menunggu lama, Upi pun langsung datang menghampirinya.

"Coba dong praktekin gimana pas tadi kamu nawarin kuisioner, Pi. Anggap aja aku pengunjung."

"Mmm... oke," jawabnya dengan tatapan bingung. Dan kemudian, dia pun langsung mempraktikkan caranya saat dia menawarkan kuisioner seperti biasa.

Sementara Upi mempraktekkannya, Akel terus mengangguk-anggukkan kepalanya dengan serius.

"Menurutku,, ini cuma menurutku aja ya, kayanya kita harus perbaiki cara kita ngomong deh."

"Hah? maksudnya?"

"Entah benar atau nggak, tapi beberapa pengunjung baru mau mengisi kuisioner setelah tahu tentang isinya loh."

"Mmm... oke, aku masih ga ngerti," jawab Upi sambil mengerutkan dahinya.

"Maksudku, mari kita ubah sedikit kalimat saat menawarkan kuisionernya. Gak perlu basa-basi dan langsung jelasin inti dari kuisionernya aja. Contohnya," ucap Akel dengan optimis dan kemudian langsung berdiri untuk memberikan contoh, "permisi ka, aku ada kuisioner tentang ekspektasi kita dalam hidup. Kalo boleh, aku minta waktunya ya? Hehehe," lanjutnya.

"Mmmmm..." gumam Upi masih kebingungan.

"Mmmmmmmmmmmm..." masih dengan gumaman Upi yang lain.

"Aaaaahhh... Ngerti! tapi, emang ngaruh ya?" jawab Upi, setelah akhirnya paham dengan maksud Akel.

"Yaa.. ga ada salahnya buat dicoba kan?"

Setelahnya, dengan semangat yang sudah terisi kembali, mereka berdua pun langsung kembali ke posisinya masing-masing, Upi di wilayah utara dan Akel di arah sebaliknya. Dan kemudian, langsung mempraktekkan apa yang tadi sudah direncanakan oleh Akel.

Lihat selengkapnya