Bersamaan dengan perubahan cuaca yang terjadi secara tiba-tiba, Upi dan Akel baru saja menyelesaikan hari ketiga penelitian mereka. Tidak terlalu berbeda dengan hari-hari sebelumnya, hari ini pun terasa sangat melelahkan bagi mereka. Tapi, rasanya sedikit membaik dengan adanya perubahan yang mereka lakukan tadi. Setidaknya, hari ini mereka dapat partisipan 50% lebih banyak dari biasanya. Namun, timbul sedikit penyesalan bagi Akel karena telah kehilangan kesempatan untuk berkenalan dengan wanita idamannya tadi, Sina.
Apakah hal itu terjadi karena dia terlalu gugup? atau memang tampangnya saja yang aneh?
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Well, ini adalah cerita tentang Akel, si Otak. Cerita tentang hidupnya yang membosankan dan ambisinya yang begitu tak masuk akal.
Bisa dibilang, hidupnya sangatlah datar. Bahkan, dia jarang sekali terjerat konflik. Dan kalau memang memungkinkan, sebisa mungkin dia akan selalu memilih untuk menghindari masalah. Selalu menjauhi kerumunan dan enggan menjadi pusat perhatian. Entah karena sifat turunan dari orang tuanya atau memang karena lingkungan tempat tinggalnya. Namun, setidaknya hal tersebut berdampak baik untuk pendidikannya. Dia berhasil mencapai peringkat 10 besar saat di sekolah, dan sukses menjadi 100 pelajar terbaik di Ibukota. Terbaik dalam hal pelajaran maksudnya.
Pada masa-masa sekolahnya dahulu, Akel sudah dikenal dengan sebutan Si Otak oleh teman-teman sekelasnya. Entah itu pujian atau hanya sekedar sarkasme terhadapnya yang hanya memikirkan belajar saja. Tapi untungnya, dia selalu terima-terima saja tiap kali dipanggil seperti itu. Eh maaf... maksudku, dia pasti akan terima-terima saja jika dipanggil apapun, apapun ya. Tapi, bukan berarti Akel akan senang dengan panggilan aneh yang dibuat teman-temannya itu. Dia hanya tidak tahu harus berbuat apa. Jika dia memilih untuk marah, kemungkinan dia akan terjebak masalah nantinya, dan kemungkinan terburuknya adalah dia akan berkelahi dengan mereka. Sangat tidak mungkin kan untuk dia bisa menang? tapi jika diingat, terakhir kali dia berkelahi adalah ketika umur 10 tahun. Dan itupun sebenarnya tidak bisa disebut sebagai perkelahian, mungkin lebih cocok disebut dengan pemukulan sepihak yang dilakukan terhadapnya.
Tidak seperti saat dia masih kecil dahulu, di SMA dia tidak mendapat pem-bully-an sama sekali. Mereka malah cenderung tidak mempedulikannya, perlakuan yang bahkan lebih buruk daripada bully itu sendiri. Mungkin dari setiap murid yang ada di sekolah, hanya beberapa saja yang tau namanya. Tapi, palingan mereka hanya mengenali wajahnya saja sebagai murid pintar yang mendapat peringkat 10 besar di sekolah, dan cukup sampai disitu saja. Jika ditanya nama, mungkin mereka tidak akan ingat.
Untungnya, berkat peringkat tersebut, dia dikenal oleh semua guru yang ada disana. Tapi, apa gunanya?
Masa-masa terakhir sekolah adalah waktu terbaik sepanjang hidupnya, dan berhasil menjadi titik awal kebangkitan dirinya. Pensi atau pentas seni adalah hal yang paling ditunggu-tunggu bagi tiap murid di sekolah manapun. Mengundang berbagai macam grup band ternama dan beberapa murid berbakat yang nantinya akan tampil diatas panggung.
Saat itu, hampir setiap kelas tiga mengirimkan setidaknya satu perwakilan untuk bisa tampil disana. Entah itu menyanyi, menari ataupun bermain sulap. Itu adalah sebuah momen yang sudah sangat mereka tunggu-tunggu untuk bisa mendapatkan perhatian dari para lawan jenis mereka.
Kelas Akel sendiri menampilkan grup band dengan beranggotakan lima orang, kombinasi dari anak laki-laki dan perempuan. Selain itu, ada juga grup tari yang berisi para anak perempuan. Lalu, apakah Akel ikut tampil diatas panggung? tentu saja tidak. Mana berani dia mengangkat tangannya ketika wali kelas bertanya tentang siapa saja yang mau ikut tampil. Membayangkannya saja sudah terasa sulit baginya. Alhasil, dia hanya berdiri disamping panggung sambil menyemangati teman-temannya dengan bertepuk tangan. Ikut merasa senang walaupun tidak tampil.
Sebenarnya, ada satu rahasia yang selalu Akel simpan sejak kecil.
Sekali saja, cukup sekali saja aku ingin menjadi pusat perhatian. Sudah sejak kecil, aku selalu menjadi kutu buku. Bahkan, hampir separuh hidupku dihabiskan hanya untuk belajar, dan baru belakangan ini saja aku mulai bermain video game, itupun kumainkan sendiri.
"Sekali saja! kumohon," ucap Akel pelan dari samping panggung.
Kala itu, tubuhnya gemetar diselimuti semangat yang datang entah dari mana. Jantungnya pun berdetak kian cepat sampai melebihi batas normal. Dan kemudian, tatapannya tajam menuju satu tempat, bagian atas panggung, tempat dimana dia akan menjadi pusat perhatian nantinya.
Langkah kaki pertamanya, secara tak sadar dirinya melangkah mendekat menuju panggung.
Langkah keduanya dan semakin dekat dengan bagian atas panggung, dia sudah menyadari kalau tindakan yang sedang dia lakukan saat itu adalah tindakan bodoh, tapi entah kenapa dia tidak bisa menghentikan kakinya.
Langkah terakhir, dan hanya tinggal satu langkah lagi sampai akhirnya dia berada diatas panggung, menghadapi ratusan penonton dan menjadi pusat perhatian. Teriakan dari teman-teman dibelakangnya yang menyuruhnya untuk segera turun pun tidak terdengar sama sekali olehnya, yang dia dengar saat itu hanyalah suara musik dan teriakan histeris para penonton disana.
Sampai akhirnya, Akel pun berhasil berdiri diatas panggung. Menatap ratusan penonton yang tengah asyik bernyanyi dan menari. Dan tanpa sadar, mulutnya menganga dengan senyum yang begitu lebar.
Satu langkah sederhana yang dia lakukan saat itu benar-benar berhasil memenuhi keinginannya sejak kecil. Walaupun tidak menjadi pusat perhatian secara langsung, tapi hal tersebut sudah cukup baginya. Bisa dibilang, itu adalah langkah terbesar yang pernah dia lakukan sepanjang hidupnya.
"Sudah kuputuskan!!" ucapnya pelan sambil menatap para penonton.
Disana, diatas panggung, untuk pertama kalinya dia memutuskan hal yang ingin dilakukannya ketika lulus dari SMA. Memutuskan dia mau jadi orang yang seperti apa nantinya.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kembali ke masa kini. Setelah pertanda hujan badai kian jelas, Upi dan Akel pun langsung bergegas pergi ke tempat parkir untuk segera pulang. Upi bertugas sebagai pengendara motor, sedangkan Akel sebagai penunjuk jalan, dan tugasnya adalah mencari rute paling cepat untuk bisa tiba di rumah. Kemudian setelah semuanya siap, Upi pun langsung menancap gas sepeda motornya dengan begitu kencang. Saking kencangnya, sampai membuat roda depannya sedikit terangkat.
*Whooshhh.... Nyaris sekali. Beruntung nyawa mereka tidak melayang dan mati konyol disana.
Saking buru-burunya, Upi tidak sadar kalau ada mobil yang sedang berjalan keluar dari parkiran. Dan beruntungnya, dengan kemampuan menyetir tingkat tinggi yang dimiliki Upi, serta kesigapan pengendara mobil tersebut, mereka tidak jadi bertabrakan.