20 RASA BAKSO PAK BOWO

tuhu
Chapter #8

7 - BAKSO RASA MBAK YATI

“Biar aku saja yang mengurus Yati, Pak,” pinta Lusi pada suaminya. Wibowo menatap sorot mata Lusi yang dipenuhi kecamuk dendam dan kemarahan.

Wibowo mengangguk. “Baik, Bu. Ini pisaunya.” Wibowo menyerahkan pisau berukuran besar yang biasa dipakai untuk memotong tulang-tulang manusia. Lusi menerimanya. Pisau besar itu terasa ringan tergenggam di tangannya. “Kalau gitu. Aku ke dapur dulu. Buat kopi sama mie rebus.”

“Iya, Pak.” Suara Lusi terdengar berat dan bergetar kuat.

Dengan langkah pelan, Wibowo meninggalkan Lusi di ruang pemotongan.

Kini, hanya ada Lusi dan tubuh Yati, kakak perempuan Lusi. Terbujur tidak berdaya di atas meja pemotongan. Ada bekas jeratan kawat di leher Yati. Dalamnya bekas jeratan itu menandakan nyawa Yati terlepas dengan cepat dan sangat menyakitkan.

Lusi menatap wajah Yati. Gejolak kemarahan menggumpal menyesaki batinnya. 

“DASAR SAUDARA BAJINGAN,” teriak Lusi. Bersamaan itu ia ayunkan pisau besar di tangannya tepat ke leher Yati. Hanya dalam satu sabetan, leher Yati terpotong. Kepala Yati pun terlepas dari tubuhnya. Darah berhamburan dari kedua bekas potongan. Ada bercak darah yang menciprat ke lengan Lusi.

Lusi terengah-engah. Nafasnya naik turun tidak karuan. Bara kemarahan dan kebencian masih berkecamuk di kedua bola matanya; meskipun baru saja memenggal kepala kakak perempuannya.

Masih teringat jelas dalam ingatan Lusi, bagaimana pengkhianatan Yati pada dirinya. 

Dahulu, sewaktu sidang hak asuh Abdhi, secara mengejutkan dan menyakitkan, Yati malah berpihak pada Yanuar. 

Di persidangan, Yati membela mati-matian Yanuar supaya memiliki hak asuh Abdhi. Dia pun turut memojokkan Lusi. Mengatakan kalau Lusi seorang ibu yang tidak bertanggung jawab; sering menelantarkan Abdhi sewaktu balita. Tidak hanya itu, Yati juga mengungkit masa muda Lusi yang sering membangkang pada orang tua; suka mabuk-mabukan; dan sering melakukan kekerasan pada Yati dan ibunya.

Tentu saja, kesaksian Yati membuat Lusi mengamuk dan memaki-maki Yati. Ia menganggap semua omongan Yati hanyalah fitnah belaka. Lusi mengatakan kalau dirinyalah yang merawat ibunya sampai meninggal. Sedangkan Yati tidak pernah sekalipun menengok ibu mereka. Bahkan saat pemakaman. 

Sidang sempat dihentikan lantaran Lusi terus mengamuk dan ingin menyerang Yati.

Setelah proses persidangan yang dimenangkan oleh Yanuar, diam-diam Lusi menyelidiki sebab kakaknya itu membela Yanuar. 

Seperti yang Lusi duga, Yanuar memberi puluhan juta pada Yati untuk berpihak padanya. Dan Yanuar memperoleh uang itu dari berhutang pada ayah mertuanya.

Bertahun-tahun Lusi memendam semua kekalahan dan pengkhianatan itu. Ia pun tidak pernah bertemu dengan Yati. Sampai kedatangannya tadi sore yang cukup mengagetkan.

Lusi dan Wibowo baru memarkirkan mobil di halaman rumah, mereka dikejutkan oleh Yati yang berdiri di teras rumah sambil tersenyum. Seperti seorang istri yang menyambut kedatangan suami. 

Lusi tercengang kaget. Ia sempat tidak percaya Yati berani datang ke rumahnya setelah sekian lama. Api kemurkaan langsung membuncah kuat. Memori pengkhianatan Yati menyembul ke permukaan.

Lantaran Wibowo tahu sejarah permusuhan kakak beradik itu, ia pun berinisiatif menghampiri Yati dan menyapanya. 

“Wah. Mbak Yati. Dah lama nunggu?”

“Nggak, kok. Belum lama juga. Tadi sempat nyasar. Dah lupa.”

“Iya, lah. Jarang ke sini.”

Yati hanya tertawa. Ia melirik ke arah Lusi yang sedang memasukkan mobil ke garasi. 

“Kabarmu gimana, Wo? Sehat, kan?”

“Sehat, Mbak.”

“Masih jualan mie ayam bakso?”

“Masih, Mbak. Besok mampir, lah.” 

“Siap.”

“Ayo, masuk dulu. Banyak nyamuk kalau sudah sore.” Terlebih dahulu Wibowo membuka kunci pintu. Begitu masuk, Yati tampak terkagum melihat isi rumah. Dari luar tampak sederhana, di dalamnya kelihatan mewah. Yati melihat sofa di ruang tamu. Ia bisa memperkirakan harga sofa itu lumayan mahal. 

Wibowo mempersilahkan Yati duduk serta menawarkan minuman. Yati milih teh manis anget. 

Ketika Wibowo meninggalkannya sendiri, Yati merasa cemas. Lantaran ia belum menyapa adiknya. Ia sudah menduga Lusi bakal bersikap dingin padanya. 

Samar-samar Yati mendengar suara langkah kaki memasuki rumah. Yati tahu kalau itu adalah Lusi. Benar saja, Lusi datang menghampiri Yati. Tanpa basa basi ia duduk di sofa, berhadapan langsung dengan Yati. 

Lihat selengkapnya