21 RASA BAKSO PAK BOWO

tuhu
Chapter #7

6 - BAKSO RASA MAS AGUS

Sambil melayani pembeli, sesekali Fajar melayangkan pandangannya ke parkiran minimarket. Berharap teman kerjanya bernama Agus segera datang.

“Totalnya tiga puluh dua ribu rupiah,” ucap Fajar pada seorang pembeli.

“Pakai Qris bisa, kan?”

“Bisa, Kak.” Si pembeli menyodorkan smartphone yang sudah terpampang code Qris. Dengan gegas fajar men-scan. “Sudah, Kak. Terimakasih.”

“Sama-sama.” Pembeli itu pun berlalu. Fajar memeriksa smartphone miliknya. Ia buka pesan WA untuk menantikan jawaban dari Agus. Raut wajah Fajar memberengut kecut melihat tumpukan pesan darinya hanya centang satu. Sama sekali tidak dibaca.

“Fajar,” seru teman kerjanya bernama Umi. Fajar menoleh ke perempuan berkacamata itu. “Si Agus belum ngabari juga?” Fajar menggeleng tiga kali disertai helai nafas. Raut wajah Umi memerah jengkel.

“Ini, pesanku dari kemarin belum dibalas.” Fajar menyodorkan smartphone. Umi melotot membacanya. 

“Kemana sih bocah itu?”

“Aku nggak tau juga, Mi. Agus itu pelit ngasih kabar. Pas dia ada perlunya saja baru ngabari.”

“Iya. Tapi ini masalah kerjaan, Jar. Nggak bisa seenaknya nggak masuk tanpa kabar.” Nafas Umi mendengus naik turun.

“Apa mungkin dia sudah cari kerjaan lain?”

“Nggak peduli dia mau pindah kerja di mana. Dia harus datang ke sini. Ngasih penjelasan.” 

Fajar sedikit takut kalau Umi sudah tersulut emosinya. Persis kayak bapaknya kalau marah.

“Nanti sore biar aku samperin ke kosnya.”

“Tolong, ya.” Suara Umi terdengar tegas dan keras. Kedua mata hitamnya membulat tajam.

“Iya, Mi.” Fajar sedikit gemetar.

Di tengah perbincangan mereka berdua, masuklah seorang laki-laki muda bernama Ivan. Fajar dan Umi mengenal orang itu lantaran salah satu teman Agus. Ia juga penjual roti bakar yang letaknya hanya terpaut lima puluh meter dari minimarket. Termasuk langganan Fajar dan Umi.

“Van,” sapa Umi. 

“Ya, Mi?” Ivan terhenti langkahnya. Ia agak heran melihat tatapan Umi dan Fajar yang serius.

“Tau Agus di mana?” tanya Umi. Ivan menggeleng pelan. Fajar dan Umi tampak kecewa. Sambil mengambil barang yang hendak ia beli, Ivan bertanya mengapa mencari Agus. Fajar dan Umi lantas bercerita kalau Agus selama dua hari ini tidak berangkat kerja serta tidak ada kabar.

Raut muka Ivan ikutan serius mendengar uraian cerita mereka berdua. 

Ivan pun terus memperhatikan cerita Umi dan Fajar sambil membawa barang belanjaannya ke meja kasir. 

“Aku nggak tau ini berhubungan sama Agus apa tidak.” Ivan menatap Fajar dan Umi. “Sudah sebulan ini si Agus itu ketagihan main judi online. Kalau malem kerjaannya main itu terus. Aku sama anak-anak sudah ngasih tahu. Berhenti main judi online. Tapi si Agus cuma iya, iya, doang. Susah kalau sudah ketagihan. Padahal dia sering ngeluh kalah terus.”

Fajar dan Umi terhenyak kaget. Mereka seakan tidak percaya dengan penjelasan Ivan.

“Astaga. Nggak nyangka selama ini dia main judi online,” seru Fajar. Mulutnya sampai menganga saking terkejutnya.

“Edan benar itu anak. Diam-diam main judi online.” Umi mendengus kesal. 

“Bisa jadi dia pergi cari kerja di kota lain buat nutupi kalah judi,” ujar Ivan.

Fajar mengangguk-angguk keheranan sedangkan Umi menggeleng sambil menahan gejolak marahnya.

“Tau kota mana, Van?” tanya Umi.

“Nggak tau, Mi.” 

Umi menghela nafas dalam-dalam. Rasa marah dan jengkel menghiasi wajahnya. 

Siangnya, saat di jam istirahat, Umi dan Fajar makan di warung Mie Ayam Bakso Pak Bowo. Mereka berdua beruntung dapat tempat duduk. Hari kemarin sama sekali tidak kebagian. 

Selama menyantap mie ayam bakso, Fajar sedikit terganggu lantaran Umi tidak hentinya menggerutu tentang Agus. Ia tidak bisa seratus persen menikmati nikmatnya bakso yang jadi kesukaannya. Fokusnya pun terbelah antara menanggapi kegusaran Umi atau mengunyah belahan bakso.

Fajar heran dengan teman kerjanya itu. Bisa mengomel dan mengunyah mie ayam sekaligus. Tanpa tersedak ataupun terbatuk. Meski mulutnya terus menerus melontarkan makian pada Agus, ajaibnya, raut wajah Umi begitu menikmati mie ayam bakso. Dan itu berlangsung hingga mereka berdua selesai makan. 

“Aku janji bakal cari si Agus. Kamu nggak usah khawatir,” tutur Fajar begitu mereka selesai makan. 

“Makasih, ya, Jar,” balas Umi dengan suara datar sembari menyedot es teh manis. Mukanya terlihat puas sekali. Fajar tampak jengkel dengan umi lantaran dirinya tidak bisa menikmati mie ayam bakso.

Sore harinya, Fajar pergi ke tempat kos Agus. Fajar sedikit kaget mendapati motor milik Agus ada di parkiran kos; lengkap dengan helm hitamnya. 

Ada rasa senang dan lega yang menyusup di batin Fajar. Ia pun berjalan menuju kamar Agus. Fajar sempat berpapasan dengan teman kos Agus yang ia kenal.

“Si Agus ada di kamar?” tanya Fajar. Temen kos Agus itu malah bingung.

“Aku nggak tau ya, Mas. Soalnya aku baru balik kos tadi siang. Lima hari kemarin aku pulang kampung.”

Lihat selengkapnya