Iptu Iksan tampak jengkel lantaran berkali-kali menghubungi Kompol Ruswandi namun tidak diangkat. Harusnya, Kompol Ruswandi hari ini sudah ada di kantor setelah cuti libur.
“Sialan. Pasti smartphone-nya sengaja dimatikan,” gerutu Iptu Iksan. Hampir saja ia meremas berkas laporan di tangan kanan saking marahnya.
Iptu Iksan menyesap rokok dalam-dalam lantas menghembuskannya perlahan. Ia mencoba untuk tetap tenang lantaran sedang menghadapi situasi penting.
Beberapa hari kemarin, rekan kerja Iptu Iksan bagian digital forensik memberikan tiga laporan penting.
Pertama, terkait video CCTV yang memperlihatkan mobil Toyota Kijang berwarna merah melintas di depan pom bensin, di malam hilangnya Ustaz Jalal. Setelah dicocokkan dengan keterangan saksi dari pedagang angkringan, hasilnya positif. Toyota Kijang Merah itu yang dilihat si pedagang angkringan.
Kedua, mobil Toyota Kijang Merah terekam jelas juga pada CCTV minimarket, di jalan menuju waduk. Bertepatan dengan hilangnya Marwan.
Ketiga, sebuah fakta yang membuat Iptu Iksan tercengang. Diam-diam, Kompol Ruswandi bercerita pada Iptu Iksan kalau selingkuhannya bernama Ayu menghilang. Ia meminta bantuan Iptu Iksan untuk menyelidiki secara diam-diam. Kompol Ruswandi takut bocor ke polisi lain yang berakibat bisa dilaporkan ke istri Kompol Ruswandi. Tidak bisa dipungkiri, beberapa petinggi polisi tidak suka Kompol Ruswandi. Mereka menghendaki Kompol Ruswandi hancur kariernya.
Meskipun jengkel, Iptu Iksan terpaksa ikut membantu mencari Ayu. Dan ditemukan sebuah rekaman CCTV dari toko bangunan. Memperlihatkan Ayu masuk ke mobil Toyota Kijang Merah, di hari ia menghilang.
Tiga temuan fakta itu mengarahkan Iptu Iksan mengerucut pada kepemilikan mobil Toyota Kijang Merah. Sialnya, mobil itu memakai tiga nomor plat berbeda-beda. Setelah dimasukkan ke dalam sistem, tiga nomor plat itu tidak terdaftar. Semuanya palsu.
Tiga rekaman CCTV, satu mobil, dan tiga nomor plat mobil berbeda. Itulah tiga fakta menyakitkan yang membuat Iptu Iksan murka setengah mati sampai membanting kursi, melempar gelas, serta memukul-mukul meja.
“Kurang ajar. Si penculik ini pintar sekali. Tidak sembarangan bertindak. Sangat berhati-hati.”
Iptu Iksan juga menganalisis motif penculikan. Ia buntu ketika menghubungkan keterkaitan para korban orang hilang. Mengapa mereka diculik? Apa motifnya? Apa karena motif uang? Kalau motif uang, mengapa menculik seorang penambal ban? Mengapa tidak minta uang tebusan ke keluarga korban? Atau motif balas dendam? Persaingan bisnis? Masalah asmara? Berbagai kecamuk pertanyaan menyesaki pikirannya. Membuat Iptu Iksan sempat putus asa. Semangatnya untuk memburu si penculik perlahan padam. Ditambah lagi, Kompol Ruswandi cuti lumayan lama. Laporan yang sudah dikirimkan sama sekali belum dibalas olehnya.
Sebuah petunjuk penting datang tanpa diduga oleh Iptu Iksan. Suatu siang, anak buahnya memesan mie ayam bakso di warung Mie Ayam Bakso Pak Bowo. Iptu Iksan yang lebih suka soto dan tidak terlalu suka mie ayam bakso ikut menyantap. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Iptu Iksan disergap jatuh cinta pada rasa mie ayam bakso. Ia bahkan bersumpah dalam hati kalau kelezatannya melampaui soto langganannya.
Lantaran belum puas hanya menyantap satu kali, hari berikutnya, Iptu Iksan serta beberapa anak buahnya pergi ke warung Mie Ayam Bakso Pak Bowo. Iptu Iksan takjub melihat ramainya pengunjung. Ia pun menyantap mie ayam bakso langsung di tempat asalnya diciptakan. Kenikmatannya jutaan kali lebih mantap. Ia menjadi ketagihan mie ayam bakso.
Suatu sore, saat pulang menuju rumah, Iptu Iksan mampir ke warung Mie Ayam Bakso Pak Bowo. Seperti biasa, ia memesan mie ayam bakso jumbo dan es jeruk manis.
Setelah puas menuruti nafsunya menyantap mie ayam bakso jumbo, Iptu Iksan menemui Wibowo dan Lusi untuk membayar. Ia mengungkapkan pada Wibowo dan Lusi kalau dirinya sangat menikmati hasil karya mereka berdua.
Saat berjalan menuju motor, Iptu Iksan melihat mobil Toyota Kijang Merah terparkir dekat pohon mangga. Seketika Iptu Iksan tercengang kaget. Tubuhnya sampai gemetar. Dengan langkah pelan sambil menahan kecamuk perasaan, Iptu Iksan menghampiri mobil itu. Semakin dekat, ia semakin yakin kalau mobil Toyota Kijang Merah yang terekam di tiga CCTV berbeda itu, sama wujudnya dengan mobil di depan matanya. Jantung Iptu Iksan berdegup tidak karuan.
Iptu Iksan melihat plat nomornya. Lantaran lupa tiga nomor plat palsu, serta tidak membawa berkas laporan, Iptu Iksan kesulitan untuk mencocokkan. Ia pun memutuskan untuk memotretnya menggunakan kamera smartphone. Rencananya setelah ini ia hendak balik ke kantor.
Tidak cukup sampai di situ, Iptu Iksan masuk ke dalam warung. Dengan mata tajamnya, ia memandang setiap pengunjung yang sedang menyantap makanan. Tidak semua wajah terekam dalam matanya, banyak pengunjung yang duduk membelakangi Iptu Iksan. Ia memasang mode waspasa dan berhati-hati, jangan sampai membuat kecurigaan.
Diam-diam, Iptu Iksan menghampiri Wibowo dan Lusi. Dengan suara berbisik, Iptu Iksan bertanya tentang mobil Toyota Kijang Merah.
Wibowo dan Lusi sempat keluar untuk melihat mobil yang dimaksud Iptu Iksan.
Lusi mengatakan pada Iptu Iksan kalau mobil Toyota Kijang Merah itu baru pertama kali melihatnya.
“Aku sendiri nggak tahu pemiliknya, Pak. Soalnya yang makan di sini banyak. Jadi nggak terlalu memperhatikan.” Begitu keterangan dari Lusi.
“Oh, begitu.” Iptu Iksan mengerutkan dahi. Pandangan matanya beberapa kali melirik ke arah pengunjung.
“Memangnya kenapa dengan mobil itu, Pak?” tanya Wibowo.
“Ah, nggak papa, Pak Bowo. Hanya pengen tahu saja.” Iptu Iksan mencoba bersikap biasa saja.
Sebelum memutuskan pergi, Iptu Iksan minta nomor Wibowo. Tanpa bertanya untuk apa, Wibowo memberikannya.
Untuk terakhir kalinya, Iptu Iksan memotret mobil Toyota Kijang Merah dari kejauhan. Termasuk warung Mie Ayam Bakso Pak Bowo.
Sebenarnya Iptu Iksan hendak menunggu dan mengawasi sampai pemilik mobil Toyota Kijang Merah masuk ke mobil itu. Namun, skenario di kepala menyuruhnya untuk segera pergi.
Iptu Iksan memikirkan beberapa skenario. Pertama, ia belum tahu berapa orang yang menunggangi mobil Toyota Kijang Merah itu. Satu orang atau bisa lebih. Kalau menunggu di warung, bakal membuat pemiliknya curiga apalagi ia masih mengenakan seragam polisi. Bisa saja pemiliknya langsung pergi. Kemungkinan terburuknya, Iptu Iksan bakal mendapat serangan dari pemilik mobil entah berapa orang jika merasa terancam. Sialnya, Iptu Iksan tidak membawa pistol.
Bisa juga memanggil polisi lain untuk menyusul Iptu Iksan ke warung. Skenario itu malah membahayakan pengunjung lain. Iptu Iksan tahu kalau para penculik bukan orang sembarangan. Mereka sudah terlatih. Siapa pun mereka, apapun motif mereka menculik, pastinya mereka adalah komplotan berbahaya.
Keputusan akhirnya adalah segera kembali ke kantor polisi.
***