21 RASA BAKSO PAK BOWO

tuhu
Chapter #24

YANUAR YANG MALANG

Semburat senja pagi perlahan menyembul di ufuk timur. Warnanya yang keemasan memudarkan gelapnya langit. Kehangatan sinarnya menyapu udara dingin.

Pagi ini, ada yang berbeda di rumah Wibowo dan Lusi. Biasanya, hanya ada dua orang saja yang duduk di kursi ruang makan; menyantap sarapan dengan tenang dan penuh kenikmatan. Kini, ada tambahan Abdhi. Ia duduk manis menyeruput teh hangat manis. 

Suasana sarapan sebelumnya selalu hangat, santai, terkadang penuh canda tawa. Namun, sekarang sedikit canggung, tegang, membisu, saling lirik. Wibowo dan Lusi malah belum menyeruput kopi mereka. 

Semua keanehan pagi ini bermula ketika tadi malam, Abdhi tiba-tiba nongol di kamar pemotongan dan menyaksikan Lusi membawa potongan kepala Iptu Iksan; sedangkan Wibowo baru menggergaji kaki bagian kanan.

Melihat kengerian terpampang di depan matanya, seketika Abdhi pingsan. Tubuhnya ambruk di lantai. Wibowo dan Lusi yang masih membeku lantaran kaget, langsung mengangkat Abdhi ke kamar. Untuk sementara mereka mengabaikan daging Iptu Iksan.

Wibowo dan Lusi memutuskan menunggu Abdhi. Mereka berdua cemas serta bingung. Mengapa Abdhi datang tiba-tiba tanpa mengabari. Mereka berdua mengakui terlalu ceroboh, selama ini jarang mengunci kamar pemotongan saat sedang memutilasi.

Sempat terjadi pertengkaran di antara Wibowo dan Lusi. Mereka berdua membisu untuk beberapa jam. Setelah emosi turun, barulah mereka berdua berembuk lagi. 

Akhirnya dicapai dua kesepakatan. 

Pertama, Wibowo dan Lusi akan menceritakan semua aksi berburu dan memasak daging buruan, mulai dari korban pertama sampai sekarang, pada Abdhi. 

Kedua, Wibowo dan Lusi sepakat untuk berhenti. Salah satu alasan utamanya adalah kedatang Iptu Iksan. Wibowo sempat membuka smartphone milik polisi itu. Rupanya ia sudah mengirimkan pesan ke anak buahnya, istri, serta Kompol Ruswandi, kalau dirinya akan datang ke rumah Wibowo dan Lusi untuk mengambil rekaman CCTV. Mereka berdua yakin seratus persen polisi akan segera datang ke rumah ini. Sudah pasti bakal menangkap mereka berdua.

Ketiga, Wibowo dan Lusi bersiap untuk mengakhiri hidup seperti yang dilakukan oleh Adolf Hitler dan Eva Braun. Wibowo tidak takut lagi menghadapi kematian. Asalkan mati bersama istrinya.

Tengah malam, Abdhi terbangun. Yang ia lihat pertama kali ialah wajah cemas Wibowo dan Lusi, duduk di dekat kasur. Lusi memberinya air putih. Abdhi patuh. Kesadarannya masih belum terkumpul. Termasuk apa yang ia lihat di kamar pemotongan.

Begitu tenang setelah meneguk habis air putih, barulah Wibowo dan Lusi mengatakan yang sebenarnya. Dimulai dari potongan kepala Iptu Iksan; menceritakan urutan korban dari pertama hingga sekarang; membeberkan identitas para korban; menjelaskan kalau semua daging manusia dibuat menjadi bulatan bakso, tahu bakso, kerupuk, siomai serta dikonsumsi sehari-hari; terakhir, mengungkapkan motif mereka berdua berburu daging manusia hampir lima tahun di kota ini. 

Selama berjam-jam, kepala Abdhi dijejali kenyataan pahit dan mengerikan. Ia memeras otaknya untuk berpikir, apakah semua perkataan Wibowo dan Lusi benar-benar nyata atau hanya cerita bohong untuk menakuti dirinya. Kepala Abdhi sampai berdenging pusing. Beberapa kali meminta minum air putih. 

Abdhi sempat bertanya. Apakah Wibowo dan Lusi sedang membuat video prank seperti yang kerap ia tonton di YouTube. Dengan serius, Wibowo dan Lusi membantahnya. Mereka berdua menunjukkan foto-foto para korban. Sebelum dan setelah disembelih. Seketika, perut Abdhi mual melihat potongan-potongan bagian tubuh serta lumuran darah. Sebelum Adbhi muntah-muntah, Lusi menyodorkan baskom besar. Wibowo dan Lusi sudah mempersiapkannya. 

Tubuh Abdhi gemetaran. Perasaannya kacau balau. Ia tidak menyangka ibu dan ayah tirinya adalah pemakan manusia. Lebih tragis lagi, Abdhi menyantap hasil karya mereka berdua. Untuk beberapa saat, Abdhi terdiam meringkuk di kasur. Wibowo dan Lusi sabar menunggunya. 

Setelah Abdhi bisa menerima kenyataan pahit, ia mengajukan dua pertanyaan pada Wibowo dan Lusi. Pertama, sejak kapan menjadi pemakan manusia. Kedua, mengapa tega menyajikan olahan daging manusia pada Abdhi.

Sekali lagi, Wibowo dan Lusi harus jujur menjawabnya. Mereka berdua bergantian bercerita tentang asal muasal ketagihan daging manusia. Mulai dari masa kecil yang sudah menyantap daging manusia; bertemu dan menikah di kota besar; menyantap daging manusia setelah menikah; sampai membuka warung mie ayam bakso. 

Untuk pertanyaan kedua, Lusi yang bertanggung jawab membalasnya. 

“Jujur. Mama memang menginginkanmu sama sepertiku. Menjadi penerus. Itu yang dilakukan ibuku padaku. Kamu pasti marah. Maafkan mama, Dhi.”

Mendengar penuturan ibunya, Abdhi mengangguk pelan. Pandangan matanya kosong. 

“Ya, sudah. Mama sama Pak Bowo lanjutkan saja memotong daging polisi itu. Aku mau lanjut tidur,” ucap Abdhi. Suaranya lirih dan datar. Wibowo dan Lusi terhenyak kaget sekaligus bingung. Jawaban Abdhi di luar dugaan mereka berdua. 

Wibowo dan Lusi menuruti permintaan Abdhi. Mereka berdua meninggalkan kamar tidur lantas menuju kamar pemotongan untuk melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda.


Lihat selengkapnya