Butiran air mata menyerap panasnya kobaran api yang semakin membesar. Warnanya memerah seperti membakar tumpukan darah.
Sudah beberapa kali Abdhi mengusap butir-butir air mata di kedua pipinya. Air matanya terasa panas lantaran direbus oleh bara api yang berasal dari tubuh Wibowo dan Lusi.
Untuk pertama kalinya Abdhi merasakan perihnya perpisahan dengan kedua orang tuanya. Terasa berat untuk bisa berdamai dengan keadaan itu. Semenjak kecil ia sudah merasakan wujud perpisahan. Bukan hal baru dalam hidupnya.
Di usianya yang masih muda, Abdhi harus menerima kenyataan kalau dunia ini penuh dengan keganjilan. Abdhi tidak bisa menyangkal, dirinya lahir dari rahim seorang ibu pemakan daging manusia sejak kecil.
Setelah permintaan Abdhi pada ibu dan ayah tirinya untuk membunuh Yanuar terwujud, giliran Abdhi memenuhi janji mereka berdua.
Sore tadi, Wibowo dan Lusi mengenakan pakaian khas Nordik. Berwarna serba putih. Di kepala mereka terpasang mahkota terbuat dari bunga-bunga. Penampilan Wibowo dan Lusi sama persis dengan film thriller yang menjadi favorit mereka berdua. Pernah juga pakaian itu digunakan saat menyembelih Marwan, mantan aktor film.
Abdhi tercengang melihat penampilan Wibowo dan Lusi. Mengingatkan Abdhi pada pementasan drama di sekolahnya yang bercerita tentang dua malaikat datang ke bumi untuk bercocok tanam karena tumbuhan di bumi sudah musnah oleh perang. Penampilan Wibowo dan Lusi sama persis dengan dua malaikat itu.
Sebelum memulai ritual, Wibowo dan Lusi memberikan kertas pada Abdhi tentang rincian tugasnya nanti. Abdhi mematuhinya.
Wibowo dan Lusi memeluk erat Abdhi untuk terakhir kali.
“Mama sangat mencintaimu, Abdhi. Tumbuhlah jadi laki-laki pemberani,” ucap Lusi. Air matanya berlinang.
“Aku juga mencintaimu, Abdhi. Kamu mengingatkanku saat masih muda. Berjuang sendiri menghadapi dunia yang menakutkan ini.”