28 Detik

Bentang Pustaka
Chapter #3

Tahap 1: Tanam Pohon Kopi

Perkenalkan, namaku Simoncelli.

Sekitar tiga setengah tahun lalu, aku baru saja menjadi bagian dari sebentuk kebahagiaan baru yang mengambil wujud kedai kopi. Kedai ini terletak di Bandung, di sisi jalan utama yang terkenal ramai, di bagian utara yang menuju jantung kota. Bukanya sebuah usaha memang bukan sesuatu yang istimewa di daerah tujuan wisata kuliner ini, apalagi dengan bentuk bangunan sesederhana persegi yang hanya ditandai papan lingkaran bertulis lambang asterisk. Tapi, seperti yang sudah kubilang, kisah ini istimewa. Kita bahkan bisa langsung melihatnya dari nama tempat ini: KopiKasep.

Mengapa KopiKasep? Konon, menurut pemiliknya, nama semacam itu sudah jarang ditemui karena orang lebih suka menggunakan bahasa asing, terutama untuk sebuah kafe. Kata kasep sendiri memiliki arti ‘tampan’ dalam bahasa Sunda. Meskipun begitu, perangkat pendukung di sini sangat canggih. Sebut saja electric grinder keluaran baru, beragam aksesori pembuat kopi yang disusun rapi di espresso bar, dan alat seduh manual terkenal seperti French press, moka pot, sampai cold brew tower yang didapatkan langsung dari luar negeri. Alat-alat bernama dan berupa unik itu ditempatkan di slow bar yang berbatasan dengan meja pengunjung.

Sudah banyak orang yang kutemui dari awal kedai ini dibuka. Mulai saat kamu masih bisa mendeteksi bau cat cokelat maroon-nya, palem hias dekat pintu kaca masih sependek betis, dan botol-botol sirup impor berwarna menggiurkan baru didatangkan. Sejak itulah nyawa kopi ditiupkan dalam ruangan ini, mengundang pelanggan datang. Ada yang langsung memburu, ada juga yang mengernyitkan dahi dulu seperti kamu sekarang—mungkin—terutama karena istilah-istilah asing yang sering dilontarkan pegawai kedai. Padahal, serupa dengan sajian makanan lezat oleh para chef, kopi pun menawarkan keindahan itu, yang bisa dinikmati oleh multi-indramu.

Namun, aku baru bertemu barista terhebat yang pernah ada ini kira-kira lima bulan setelahnya. Siapa pun bisa langsung menebaknya dari kali pertama melihat. Begitu masuk pintu utama, matanya mengedar, tapi terarah, mantap. Badannya yang tinggi membuatnya agak menunduk saat kami bertatap muka. Dia menyapa dengan salam yang hangat dan senyuman khas, tangannya yang dibalut warna kulit serupa karamel memaksaku berpaling ke arahnya. Pemuda itu lalu memperkenalkan diri.

“Candu.”

Ya, kamu tidak salah dengar—maksudku, baca. Namanya betulan Candu, Candu Prasetya lebih tepatnya. Meskipun gelar “barista terhebat” sebetulnya bersifat subjektif dan murni pendapatku, ia berusaha membuktikannya. Ia malah pernah berkata suatu hari, “I wasn’t named Candu for no reason.” Ia akan membuat penikmat kopi kecanduan dengan hasil karyanya.

Aku ingat kali pertama ia melamar kerja di sini. Kehadirannya langsung membuat pegawai lain kagum akan dedikasi dan kegilaannya. Mengenakan celana jins dan kemeja, ia datang membawa ijazah S-1 yang baru diraihnya dan sertifikat kursusnya. Padahal, dengan satu ijazah saja ia bisa diterima di perusahaan mana pun, apalagi ditambah dengan embel-embel almamaternya—Institut Teknologi Bandung, Teknik Fisika. Mungkin, malah bukan dia yang mencari pekerjaan, tapi pekerjaan yang mencarinya.

Ketika ditanya, jawabannya hanya satu. “Hati saya di sini.” Seraya menunjukku. Mesin espresso mana yang tidak akan merasa terhormat?

Candu juga yang memberiku nama ini, Simoncelli, dari nama seorang pembalap moto-GP yang hampir sama dengan merekku. Tidak heran jika dia selalu memperlakukan setiap komponen pembuat kopi dengan baik.

Dia memang berbeda dengan yang lain. Barista sebelumnya yang seumuran—satu laki-laki dan satu perempuan—telah mengenyam pendidikan formal di bidang masak-memasak. Yang satu lulusan SMK, sedangkan yang perempuan sempat mengambil kelas pastry dan pernah menjadi coffee pageant. Bukannya mereka buruk, mereka juga bisa mengolah cairan yang kuhasilkan menjadi suguhan minuman yang lezat. Hanya saja, kamu tahu, selalu ada sesuatu di dirinya yang membuat dia diterima bekerja di sini dan menjadi finalis Nusantara Barista Tournament dua tahun lalu.

Lihat selengkapnya