Katanya dalam suasana tertentu ada dua pilihan antara melukai atau dilukai, bagiku itu bukan pilihan karena keduanya akan membuat kita tenggelam dan saat itulah tak akan ada yang mendengar tangisan kita.
~Prisilla~
Setelah diguyur air, Prisilla tak lagi masuk kelas, bahkan sampai sekarang sudah waktunya untuk pulang. Ke mana ia? Apakah masih di toilet? Ataukah sudah pulang? Begitu pula dengan Nadila sama-sama tak masuk kembali. Dan tak ada yang peduli mereka ke mana? Sudah pulang atau belum? Kecuali Vanya. Sungguh, mereka sangat-sangat memiliki jiwa yang begitu apatis. Terlalu asyik dengan diri sendiri sehingga lupa ada orang yang menderita di sekitarnya.
Terlihat Pak Irham beranjak, lalu disusul dengan siswa kelas XI Bahasa-5 yang pada akhirnya kini langkahnya terhenti oleh panggilan Audri.
"Lihat, ada surat sama bunga matahari di bangku Prisilla!'' tunjuknya.
"Aing penasaran, itu surat cinta, ya?'' tanya Misbah seraya menghampiri Audri dan mengambil secarik kertas yang telah berdebu dan ujung-ujungnya terbakar. Namun, suratnya utuh. "Bukannya si Prisilla suka si Aldi? Bisa aja ini surat cinta buat si Aldi sama bunga matahari ini.'' Misbah menunjukkan bunga matahari tersebut dan ia merasa janggal.
"Najis,'' ungkap Aldi dengan dongkolnya.
"Ini bercak darah, kan?'' gumam Misbah seraya menatap lekat bunga matahari tersebut. Ia pun menyentuh dan menciumnya, benar ini adalah bercak darah. Lalu, ia membuka suratnya untuk memastikan bahwa dugaannya benar. "Suratnya ditulis sama darah, dong.'' Mulut Misbah menganga seraya membeliakkan mata, merasa kaget.
"Beneran?'' tanya Helen seraya mengerutkan dahi heran.
"Iya, lihat!'' Misbah menunjukkan ke seluruh teman-temannya, lantas ia tertawa. " Ini so sweet banget, kan? Dia niat banget nulis surat cinta sampai nulisnya sama darah, mana kena kelopak bunga mataharinya lagi.''
"Manis banget,'' ungkap salah satu dari mereka sambil tertawa pula.
"Aldi, terimalah bunga dan cinta Prisilla,'' ungkap Misbah dengan nada yang begitu puitis sambil menyodorkan bunga matahari tersebut kepada Aldi, suratnya akan ia bacakan dengan suara yang begitu keras agar teman-temannya tahu isi surat tersebut.
Dengan dongkol Aldi menepis bunga matahari itu, lalu menginjak-injak kelopaknya hingga hancur. Tidak, Prisilla tidak menyukai Aldi atau siapa pun di dalam kelas ini, itu hanya lelucon mereka saja.
"Eh, bunganya harus bunga mawar kan, kalau buat ngungkapin cinta? Tapi, kenapa bunga matahari?'' ujar Misbah kembali sambil tertawa untuk kesekian kalinya karena merasa bahwa Prisilla benar-benar bodoh.
"Ok, kalian dengerin isi suratnya ya, biar aku baca!" Audri mengambil secarik kertas tersebut dari tangan Misbah dengan kasar, tak sabaran.
"Heh, aing yang mau bacanya!''
"Lama sia mah, aing aja. Yang lain udah penasaran sama udah gak sabar.'' Audri beranjak dan berdiri di depan papan tulis menghadap teman-temannya.
Terlihat Ailin mendelikkan mata kesal, sungguh ia muak dan jijik melihat tingkah Audri. Sementara, terlihat Orion asyik menggambar seorang tokoh perempuan berambut pendek tengah menenggelamkan diri agar mendapatkan sebuah kematian.
Iya, ia menggambar kematian seperti itu karena berpikir, bahwa dengan cara seperti itu adalah kematian yang menyiksa. Perlahan-lahan mulai tak bisa mengontrol pernapasan, lantas merasa sesak, air masuk melalui hidung dan mulut, lalu meninggal.
Audri tertegun saat tahu isi suratnya sehingga ia tak jadi membacakannya dengan keras agar didengar oleh teman-temannya.