Tak ada hal menyenangkan yang ditawarkan oleh dunia, apalagi oleh orang-orang yang penuh dengan kemunafikkan. Mereka hanya ingin kesenangan untuk diri sendiri, selebihnya mereka menginginkan orang lain jauh lebih menderita dari apa yang telah dialaminya.
~Orion~
Entah rasa penasaran atau ada hal lain yang membawa Orion ke jembatan di mana Prisilla melompat dikeadaan menjelang malam yang sepi dan dingin.
Terlihat ia berdiri tepat di bibir jembatan, di balik garis polisi. Ia pun menerobosnya dan masuk seraya meraba pagar jembatan yang sudah berkarat. Pandangannya tak pernah berpaling dari air bendungan yang kini masih melekat, ia membayangkan betapa tersiksanya Prisilla ketika sekarat dan jasadnya terombang-ambing air, sungguh menyedihkan pikirnya.
Clak ... clak ... clak ... terdengar sisa rintik-rintik jatuh bersatu dengan genangan dan seiring itu Orion berkata, "Orang-orang di dunia nyata itu benar-benar bikin muak sama nyebelin. Selalu aja ada manusia yang jadiin manusia lain yang cacat fisik, mental, sama ekonomi sebagai candaan buat ditertawaain, bahkan orang yang gak punya suara sama pendengaran atau karena suaranya gak enak didenger. Humor macam apa itu? Sepihak ketawa dan sepihak lagi terluka. Haaaah, selain itu begitu banyak orang yang semena-mena ketika punya kekuasaan dan selalu ngehalalin segala cara buat mempertahanin eksistensinya. Makanya, aku lebih menyukai dunia fiksi, walau palsu tapi ngasih kebahagiaan karena gak ada penghinaan, cacian, dan kutukan di dalamnya selain kemerdakaan dan perwujudan mimpi. Oh iya, iya gak semua orang bikin muak dan nyebelin,'' laratnya seolah-olah ada orang lain kini bersamanya dan tak setuju dengan pernyataannya.
Ia pun berdiri dengan tatapan yang begitu sulit diartikan, menghadap bendungan seraya memegang ipad yang layarnya memperlihatkan gambarnya tadi, yaitu gambar perempuan berambut pendek yang tenggelam ke dasar air . Entah ini sebuah kebetulan atau ada suatu hal lain? Ah, ya ini hanya sebuah kebetulan.
Lalu, Orion melemparkan bunga mawar berwarna putih sambil berkata, "Prisilla, aku turut berduka atas kebodohan kamu. ''
Seiring itu terlihat layarnya menghitam lantas mengeluarkan cairan berwarna darah dan rasanya dingin seperti air hujan yang kembali turun sekarang ini, menyentuh kulitnya sehingga Orion mengira itu adalah air hujan, bukan darah meski ia mencium aromanya.
Udara semakin menyergap membuat tubuh Orion menggigil kedinginan. Ia pun berniat untuk segera pulang, lalu ia belok kanan dan ketika itulah matanya membeliak sama halnya dengan Vanya beserta Ailin, yang baru pulang dari toko ayahnya Nadila.
Mereka kehabisan uang, makanya pulang jalan kaki dan memotong jalan, yang kebetulan melalui jembatan tersebut, sekalian penasaran dengan proses pencarian para tim SAR dalam mencari Prisilla. Namun ternyata mereka sudah pulang. Iya, ya, karena hujan deras dan sekarang pun kembali turun dengan deras pula, pikir Ailin dan Vanya yang kini seolah-olah sedang melihat Prisilla berjalan menuju tengah-tengah jembatan.
Ya, bagaimana dan seperti tadi ketika Prisilla hendak melakukan bunuh diri, sama persis. Akan tetapi, semuanya terasa tidak masuk akal dan mereka tak sadar akan hal itu. Ini benar-benar di luar nalar.
Terihat Orion melangkah mundur dan matanya masih saja membeliak, bahkan mulutnya menganga. Tubuhnya bergemetar hebat dan terasa terbakar. Rasa takut menyelinap, memasuki setiap pori-pori dan pembuluh darah yang terus mengalir ke kepala sehingga mendidih. Semua bulu romanya berdiri. Ya, yang dilihatnya dengan yang dilihat Vanya serta Ailin berbeda.
Ia ingin lari, tetapi kakinya tak bisa digerakkan sama sekali . Ia juga ingin berteriak sekencang-kencang, namun rasanya lidah sangat kelu.
Ailin dan Vanya melihat Prisilla menaiki jembatan, lalu berbalik pada mereka sambil tersenyum. Aliin pun menjatuhkan boneka untuk Arsil begitu saja dan berlarian, begitu pula dengan Vanya. Mengulurkan tangan untuk menangkap tangan mulusnya yang putih dan bersih. Namun sayang tak tertangkap dan terlihat Prisilla tersenyum dengan indah serta rekah. Sedetik kemudian, ia mengalihkan pandangan kepada Vanya dan mengatakan sesuatu, membuat mata Vanya membeliak dengan napas terengah-engah, karena pertama berlari dan kedua melihatnya melompat ke dalam bendungan dengan kedalaman 100 meter.
Tik... suara denting jam tangan Vanya terdengar nyaring karena keadaannya begitu hening dan dingin, seketika hujan pun berhenti. Seiring itu pula Prisilla menghilang begitu saja sebelum mencapai air.
Ailin tertegun diam, ia benar-benar tak percaya. Ia pun dan Vanya tersadar, bahwa hal barusan adalah sesuatu hal yang sangat di luar nalar, seperti semacam halusinasi.
"Apa maksudnya? Halusinasikah?'' tanyanya sambil memegang kepala yang rasanya akan meledak saat ini juga, saking sakitnya memikirkan hal yang benar-benar di luar nalar dan gila.
"Ailin,'' ujar Vanya dengan napas memburu, terlihat ia nampak sangat ketakutan.
"Tenang Vanya!''
"Kamu juga liat, kan?'' tanya Vanya seraya menderaikan air mata. Keringat dingin dan panas pun keluar dari tubuhnya. "Prisilla terjun ke bawah, ini halusinasiku atau kamu juga liat?''
"Aku liat, Vanya!''
"Apa kita punya gangguan jiwa semacam skizofernia, Lin?"