Kukira yang gelap hanyalah kesepian dan kematian saja, tetapi ada selainnya. Ketika kita menutup mata dan hanya mengikuti aturan sendiri. Tak mau bersimpati, apalagi berempati kepada mereka yang terluka. Berpura-pura tak tahu, lalu memasang senyuman palsu tanpa mengutip tanda tanya.
~Jovan~
Sebagian siswa yang telah menonton berita atas kematian Prisilla menjadi resah dan merasa bersalah serta menyesal, tersebab telah membiarkannya dirundung dan terkadang mentertawakan penderitaannya. Ya, Prisilla bukan bunuh diri, melainkan dibunuh oleh seluruh siswa kelas XI Bahasa-5, pikir mereka.
Terlihat Jovan tertunduk seraya mengepal tangan, merasa tak berguna. Seharusnya ia menggunakan jabatannya sebagai ketua kelas untuk membela Prisilla atau siapapun yang mendapatkan perlakuan tak menyenangkan, namun ia malah membiarkannya dan menganggap tak pernah terjadi apa-apa. Sungguh manusia yang buruk, pikirnya.
"Jovan, apa kamu sama siswi yang bunuh diri itu?'' tanya ibunya melihat Jovan begitu sendu dan resah.
"Ya, dia teman sekelasku, Ma.''
"Benar dia selalu dibully?''
"Ya,'' jawab Jovan semakin tertunduk.
Lalu ia beranjak dari ruang keluarga dan memasuki kamarnya. Berdiri di balik jendela seraya menghela napas yang amat panjang, berharap bisa mengurai sedikit sesak dan resah.
"Maafin aku, Prisilla,'' ujarnya seraya menatap langit yang tak hentinya berderai, seakan-akan ikut berduka untuk Prisilla.
Sementara, terlihat Audri memeluk lutut di sudut kamarnya seraya memegang surat dari Prisilla dengan rasa penuh sesal. Terlihat ia tak hentinya terisak dengan napas terengah-engah layaknya tengah diburu.
Ia tak tahu sekarang harus apa dan bagaimana? Benar-benar limpung. Itu artinya semua orang akan menghina, menghardik, merundung, dan bahkan mungkin mengutuk seperti yang dilakukan Prisilla. Ia tak mau hal itu terjadi, itu akan sangat menyulitkan dan membuatnya kembali dalam keadaan terpuruk seperti di masa lalu. Ya, ia pernah dirundung oleh teman sekelasnya waktu.
Teman-temannya, bahkan sahabatnya yang selalu ia percaya dan sayangi juga ikut merundungnya dengan berbagai hal yang menyakitkan dan memalukan baik secara fisik ataupun verbal. Ia frustasi setiap saat dan selalu ingin melampiaskannya sehingga akhirnya saat masuk SMA ia sekelas dengan Prisilla dan Aldov. Mereka berdua pun ia jadikan tempat pelampiasan dari semua rasa sakit yang pernah dirasakannya.
Ia memanfaatkan kekurangan ayah Prisilla untuk dijadikan sebuah lelucon yang amat miris, begitu pula dengan kekurangan Aldov.
Merasa kurang hanya merundung Prisilla dan Aldov saja, ia pun beserta sahabat-sahabatnya merundung Nadila yang nyaris sekarat sekali pun karena penyakit yang ia idap. Lantas sehabis itu karena merasa dirinya semakin eksis dan ditakuti, ia akhirnya merundung banyak orang yang baginya lemah dan layak untuk menderita. Siapapun yang berpeluang dirundung, termasuk Orion dengan cara karyanya dihina, dijelek-jelekkan, bahkan dihapus begitu saja. Padahal Orion menggambar sebuah webtoon menghabiskan waktu berjam-jam, bahkan seharian. Ada juga sampai beberapa hari, tergantung tingkat kesulitan dan detailnya. Belum lagi ia harus memikirkan sebuah alur cerita yang menguras pikiran dan waktu.
Elva menjadi sama seperti teman-temannya dahulu. Ketika korban perundungannya melawan, ia menggunakan kekerasan fisik yang didukung teman-teman sekelas lainnya sehingga korbannya itu memiliki ketidakberdayaan selain diam dan mengasingkan diri, menutup telinga rapat-rapat di ruang yang amat gelap.
Ya, lebih tepatnya Audri takut bukan menyesali apa yang pernah dilakukannya kepada Prisilla.