Olah TKP masih berlanjut dengan tugas masing-masing, ada yang membuat sketsa dan pemotretan, pengumpulan serta pengamanan bukti-bukti yang ada, pencarian sidik jari. Selain itu untuk memudahkan pengolahan TKP para polisi juga mendatangkan anjing pelacak untuk mengendus aroma tubuh dari pembunuh.
Setelah usai melakukan olah TKP di dalam kelas, para polisi melanjutkan mengolah TKP ke koridor hingga gerbang bersama Mang Didi, Bu Helmi, dan Pak Wisesa yang sengaja disertakan.
"Ada berapa kunci gerbang?''
"Ada empat Pak, di saya, Mang Didi, dan kedua satpam masing-masing memegang satu,'' jawab Bu Helmi.
Terlihat Pak Gandi nampak berpikir sambil mengangguk-anggukkan kepala dan terlihat para wartawan masih setia berdesak-desakan di depan gerbang, meminta untuk dibuka dan ingin sebuah penjelasan dari banyak pertanyaan yang kini didengungkan.
Usai semua perkara di sana, Pak Gandi mengecek semua CCTV yang ada di sekolah dan sial, semua rekaman dari pukul 01: 26 sampai pukul 03:29 telah diganti dengan sebuah video yang bertuliskan 29 Febuari yang kemudian menampilkan huruf-huruf secara acak lantas berakhir dengan kata MATI, lalu layar menghitam. Berikutnya kembali normal dan dari ruangan CCTV sampai gerbang utama semua CCTV mati dari jam tersebut sampai sekarang.
Pak Gandi menghela napas dengan kasar, ia merasa sudah dibuat kalah telak. Tidak, masih banyak hal yang akan membawa pembunuh itu ditemukan, lantas menerima balasan yang setimpal.
[Coba cek di beberapa toko dekat sekolah, apakah mereka memasang CCTV? Jika memasang periksa semuanya! Saya akan segera menyusul.]
Perintah Pak Gandi pun dengan segera dilaksanakan oleh ketiga bawahannya dengan menanyakan apakah toko-toko dekat sekolah ada yang menggunakan CCTV? Di antaranya pun ada yang menggunakan, ada yang tidak. Mereka pun dengan segera memeriksa dan sayang, tak ada kejanggalan atau seorang pun yang nampak terlihat dari CCTV menuju gerbang bagian depan ataupun belakang sekolah dari pukul 00:00 sampai menjelang pukul 04:35.
Lantas, mereka pergi ke tempat fotocopy yang letaknya cukup strategis, di mana jika di tempat itu menggunakan CCTV dari arah mana pun akan terlihat jika ada seseorang yang lewat. Akan tetapi sialnya, tidak memasang CCTV.
~*~
"Ailin, apa mungkin Elva dibunuh sama salah satu orang yang udah dibullynya?''
Ailin tak menanggapi terkaan Vanya, ia sibuk dengan buku catatan dan penanya untuk menyalin dan merangkum apa yang ada di buku paket pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Ia hanya melirik mata saja dengan malas.
"Lin!''
"Apa urusannya sama kita?'' Ailin berujar dengan nada yang datar dan dingin seperti biasanya. "Nggak ada!''
Vanya menghela napas, Ailin adalah orang yang antipati dan antisosial, jadi ia tak mau ambil pusing untuk memikirkan orang lain kecuali dirinya sendiri. Vanya pun kembali mencatat sambil tak hentinya memikirkan siapa pembunuh Elva?