Hanya ada dua cara untuk balas dendam, yaitu dengan cara iblis atau dengan cara malaikat, tergantung ingin seperti apa hidup yang akan dijalani setelahnya.
Bu Helmi telah menyiapkan sebuah ruangan khusus seperti permintaan inspektur Gandi untuk mengintograsi beberapa siswa dari kelas XI Bahasa-5, karena jika harus dilakukan di kantor polisi akan memakan waktu lagi.
Seraya menanti Vanya, orang pertama yang akan diintogerasi laki-laki yang memiliki badan atletis dengan tinggi 182 itu membaca satu per satu nama siswa kelas XI Bahasa-5 yang berjumlah 35 orang. Hal itu seakan-akan membuatnya berspekulasi, apa mungkin setiap huruf secara random ditayangkan dalam video tadi adalah inisial dari semua siswa kelas XI Bahasa-5 yang akan menjadi korban berikutnya? Tetapi jika dihitung ada 35 huruf tanpa inisial nama Elva, beberapa ada yang sama seperti huruf A berjumlah empat.
Berarti seharusnya jika tanpa inisial nama Elva yang satu-satunya nama berawalan huruf E di kelas tersebut, jumlahnya harus 34 siswa bukan 35. Ada satu nama yang tak tercatat dalam absenan tersebut, tetapi nama siapa? Kenapa bisa tidak tertera? Dan mana mungkin jika terlewatkan.
"Permisi, Pak!'' tutur Vanya dengan santun, membuyarkan pikirannya.
"Oh iya, silakan duduk!'' ujar laki-laki berusia 40 tahun itu.
"Baik Pak, terima kasih.'' Vanya merengkuhkan kepala, lantas duduk dengan tegap.
"Boleh saya memulai pertanyaannya?''
"Tentu.''
"Anda adalah orang pertama yang datang ke sekolah dan melihat mayatnya Elva?''
"Iya.''
"Boleh diceritakan kronologinya!''
"Baik.''
Vanya menceritakan kronologinya tanpa melewatkan sedikit pun dan sepanjang itu sesekali Pak Gandi mengangguk-anggukkan kepala. Kemudian beliau mempertanyakan hal lain, apakah Vanya akrab dengan Elva atau tidak? Mempertanyakan seperti apa keseharian Elva? Siapa teman dekatnya? Apakah pernah berseteru dengan orang lain? Yang kemudian pertanyaan tersebut ditanyakan kembali kepada Jovan bersama keterangan-keterangannya sebagai saksi kedua penemuan mayat Elva.
Sehabisnya giliran Arius yang diminta keterangan dengan pertanyaan lebih daripada Vanya dan Jovan yang bersifat agak menuduh, itulah yang dipikirkan Arius setelah Pak Gandi bertanya, "Kenapa sebelum menutup gorden atas perintah Bu Helmi Anda terdiam selama satu menit 29 detik? Seperti Anda tengah memikirkan sesuatu hal, semacam mungkin antara harus menghalangi tangan atau tidak ketika membuka serta menutup knop pintu, karena jika polisi menemukan sidik jari Anda maka otomatis akan menjadi sorotan pertama.''
Arius menyunggingkan senyuman yang begitu sulit diartikan, lantas berkata, " Satu menit 29 detik adalah waktu yang sebetulnya sangat kurang untuk memikirkan sejauh itu di antara kebimbangan memilih harus tetap diam atau memberanikan diri, memasuki ruangan yang terdapat mayat dengan keadaan yang mengerikan. Pak, siapa pun yang melihatnya tak akan bisa tidur dan makan selama berhari-hari, bahkan mungkin bulan. Vanya saja sampai tak sadarkan diri dan saya seorang diri harus memasuki ruangan, menutup gorden sehingga ruangan menjadi gelap. Hal itu tentu saja menakutkan bagi siapa pun."
Pak Gandi memeluk tangan seraya menyandarkan punggung ke kursi dan memikirkan suatu hal.