Waktu jam istirahat kedua telah tiba, semua siswa yang merasa lapar pun segera menggelar makan siang, baik di kantin atau di kelas dengan bekal yang mereka bawa sendiri dari rumah. Dan kini sebagian dari kelas XI Bahasa-5 yang sebetulnya malas makan di kantin terpaksa harus makan di sana dan membawa bekalnya karena tidak mungkin makan di lab bahasa yang rasanya sama sekali tak akan nyaman digunakan.
Terlihat semua mata tertuju kepada seluruh siswa kelas XI Bahasa yang kini terlihat semakin aneh setelah mereka mengaku bahwa makanan yang mereka makan kemarin bau anyir. Mereka juga dipandang penuh curiga karena tentu saja seluruh siswa mengira bahwa salah satu pembunuh Elva adalah tak lain di antara mereka dan yang paling bisa jadi terdakwa adalah korban perundungannya.
"Memuakkan,'' gerutu Ailin sambil menarik kursi dan duduk dengan diikuti Vanya di sampingnya.
Menjadi pusat perhatian adalah hal yang memuakkan dan menjengkelkan, terlebih semua siswa yang berada di kantin tak hentinya bergosip, melahirkan terkaan-terkaan yang terkesan sangat menuduh dan mendakwa. Mereka juga menjual cerita-cerita mistis dengan mengaitkan kematian Elva dengan kutukan tahun kabisat.
"Jika Elva benar-benar mati karena iblis, itu artinya pola kutukannya telah berubah."
"Lin, Van, boleh ikut makan bareng kalian kan?'' tanya Ara penuh harap.
"Boleh,'' jawab Vanya sambil menyuguhkan senyuman yang amat ramah.
Sementara Ailin hanya mengalihkan pandangan sejenak, selepasnya ia segera membuka bekal yang dibawa tanpa memberikan basa-basi sama sekali apalagi untuk tersenyum sebagai penyambutan dan mengizinkan.
Jika kemarin-kemarin selalu makan di kantin, karena ibunya tak sempat masak untuk dibekal Vanya buat hari ini makan di kelas. Ya, memakan pancake dari ibu Ailin, sekalian berdua juga dengan Ailin. Terlihat Alsa juga ikut bergabung untuk makan bersama sambil mau bertanya kepada Vanya tentang kronologi ketika dirinya yang pertama kali melihat mayat Elva.
Seketika Vanya yang baru memakan satu gigitan pancake dari ibunya Ailin merasa mual karena mengingat kembali bagaimana mayat Elva yang sangat mengerikan.
"Kamu dungu, ya?'' tanya Ailin sambil menatap Alsa dengan tajam dan penuh intimidasi.
Alsa mengerlingkan mata malas.
"Sorry!''
Terlihat Ailin menyodorkan air mineral kepada Vanya untuk diminum, agar sedikitnya rasa mual yang dirasa menghilang.
Terlihat Bu Helmi berdiri memerhatikan semua siswa kelas XI Bahasa-5 dengan tatapan yang sulit dibaca. Hal ini adalah kedua kalinya ia memerhatikan seluruh siswa kelas XI Bahasa-5.
"Kenapa Bu Helmi kok terus merhatiin kita, sih?'' tanya Arius kepada Jovan penasaran yang kini tengah makan bersamanya.
"Mana aku tahu, Ar!''
"Aneh aja gitu!'' ujar Arius seraya melahap nasi kuningnya dengan lauk pauk ayam sewir.
"Arius, jangan dimakan! Muntahin!'' teriak Jovan, karena ia melihat apa yang dimakan oleh Arius adalah sekumpulan belatung kecil dengan potongan daging mentah yang berlumur darah. Ya, sama halnya daging yang disewir, tapi keadaan mentah dengan warna daging yang berbeda, mirip daging manusia dengan tekstur yang alot.
Dilihatnya oleh Arius pun di piringnya betul saja sekumpulan belatung dengan potongan-potongan jari manusia, yang setiap jarinya dibagi menjadi tiga potongan dengan satu bola mata. Sementara, terlihat dengan lahap Vanya memakan tanah berisi cacing dan belatung, sama halnya dengan Ailin.
Sedangkan Ara terlihat memakan lidah manusia, dan Alsa memakan bola mata. Mikha menjerit ketakutan dan merasa jijik, melihat mereka memakan sesuatu hal yang tak wajar.
"Stop, jangan dimakan lagi!'' teriaknya.