29 (Dua Puluh Sembilan)

Sri Winarti
Chapter #23

Episode 21

Semalaman suntuk semua siswa kelas XI Bahasa-5 tak bisa tidur dengan nyenyak tersebab begitu banyak hal yang menggagu pikiran mereka bersama rasa takut yang menyelinap ke setiap pori-pori. Takut mati.

Mereka sebetulnya sangat ogah masuk ke dalam kelas dan rasanya ingin lari ke mana pun asal bisa terhindar dari kutukan, namun tandanya sudah tersemat dan tak bisa dihilangkan. Kemalangan akan segera hadir dalam hitungan hari dan mereka belum tahu caranya untuk keluar dari hal tersebut secepat mungkin.

Terlihat mereka pun duduk di kursi masing-masing dengan hati yang resah dengan seiring Bu Anisa memasuki kelas untuk mengajar bahasa Indonesia. Jovan pun memimpin teman-temannya mengucapkan salam sambutan, lalu berdoa sesuai dengan keyakinan masing-masing, dan pelajaran pun dimulai.

Dung...dung...dung... tak lama kemudian seluruh siswa kelas XI Bahasa-5 mendengar suara goong dibunyikan begitu keras sehingga telinga mereka terasa sakit. Mereka pun menutup telinga membuat Bu Anisa merasa sangat heran sambil bertanya-tanya dalam hati, kenapa mereka?

Satu ...

Dua ...

Tiga ...

Empat ...

Lima ...

Semua siswa kelas XI Bahasa-5 itu menurunkan kedua tangannya dari telinga dengan seiring mendengar pembukaan gendingan lagu jaipong yang amat menggairahkan dan memabukkan. Terlihat Danista bersikap agak aneh, ia menyatukan kedua telapak tangannya, lantas menggerak-gerakkannya diiringi dengan kepala yang diputar-putar berirama ke kanan, ke kiri, ke depan, ke belakang.

"Danista!'' panggil Ailin dengan suara yang begitu keras, menarik semua perhatian teman-temannya membuat Bu Anisa semakin panas dingin.

Semua siswa kelas ini benar-benar aneh, aura mistik entah kenapa terasa sangat begitu kuat menyelimuti, pikir Bu Anisa yang kini juga mengalihkan pandangan kepada Ailin lantas kepada Danista yang tertunduk sambil merapalkan sesuatu. Ah, tepatnya tengah nyambat1.

"Ada apa Ailin?'' tanya Bu Anisa yang merasa kelas ini semakin mencekam bersama rasa takut menyelinap masuk.

"Nggak ada apa-apa, Bu,'' jawab Ailin gelagapan sambil menundukkan kepala.

"Kalian lanjutkan mencatat, Ibu ada keperluan,'' ucap Bu Anisa seraya menelan saliva, kemudian beranjak keluar dari kelas tersebut karena hawanya benar-benar tak tentu, dingin dan panas terasa mulai menyiksa.

"Baik,'' jawab Jovan dengan seiring keringat dari dahinya menetes mengenai buku catatannya.

Mereka melanjutkan mencatat meski merasa bahwa diri mereka sudah tak baik-baik lagi dan tak lama dari itu mendengar ketukan suara gendang ditabuh dengan keras, lalu Danista berdiri dan berjalan ke arah depan. Kemudian mereka mendengar lagu bambung hideung yang begitu merdu dan indah sehingga terasa memabukkan. Danista menggerak-gerakkan tangan, kaki dan kepalanya dengan seiring satu persatu temannya tak sadarkan diri. Iya, ia tengah menari Jaipong seperti yang kesetanan. Lalu, ia tersenyum pada teman-temannya dengan rekah, tetapi amat menyeramkan, seperti senyuman seorang iblis.

"Danista berenti!'' teriak Helen.

Ini aneh, dari mana pula lagu bambung hideung itu didengungkan? Sangat mustahil bukan, jika didengungkan dari ruang pengumuman yang akan terdengar ke seluruh bangunan sekolah?

Mereka benar-benar bingung dan semakin cemas serta takut. Apalagi yang tak sadarkan diri semakin bertambah hingga hanya menyisihkan Ailin, Jovan, Arius, Orion, Nadila, Aldov, dan Prisilla yang hanya bisa tertegun diam tanpa bisa apa-apa. Tak lama dari itu tubuh Danista ambruk dengan seiring keluar darah dari papan tulis membentuk kalimat terima kasih sudah menikmati sambutannya.

Tik ... tik ... tik ... denting jam terdengar begitu nyaring karena secara tiba-tiba suasana menjadi sangat senyap. Terdengar suara hembusan napas yang memburu saling bersahutan dengan suara detak jantung yang melebihi batas normal. Keringat bercucuran membasahi wajah.

Tak lama dari itu semua siswa yang tak sadarkan diri terbangun dari ketidaksadaran dengan mata merah menyala penuh hasrat yang hauas akan kematian. Terdengar mereka berteriak-teriak mengucapkan, "Semuanya akan mati sebentar lagi!'' dengan suara yang begitu menyeramkan dan mengerikan.

Ailin, Jovan, Arius, Orion, Nadilla, dan Prisilla menelan saliva dengan seiring keringat dingin keluar dari tubuh mereka kembali. Bulu roma mereka berdiri serempak dan darah mengalir dengan sangat cepat, memompa jantung dengan begitu keras. Mereka pun merapatkan jarak satu sama lain dengan posisi saling membelakangi.

Bambung hideung

Bara-bara teuing diri

Leuheung bari dianggo ka suka galih

Situ pinuh balong jero

Babendon sareung bebendu

Ungal ti salira ju ...ag

Lihat selengkapnya