29 (Dua Puluh Sembilan)

Sri Winarti
Chapter #24

Episode 22

Setelah selesai pelajaran bahasa Indonesia, keadaan kembali normal namun tetap menanggalkan berbagai tanya dan ketakutan-ketakutan. Mereka masih sangat syok dengan apa yang terjadi dan mereka masih belum bisa percaya sepenuhnya. Pikiran-pikiran menjadi sangat ruwet dan tubuh tetap saja tegang, keringat masih mengucur, membasahi. Napas terdengar masih berderu keras bersahutan dengan detak jantung.

Tok ... tok ... tok... terdengar ada yang mengetuk pintu kelas, mereka langsung mengalihkan pandangan ke arah pintu dengan tatapan penuh ketakutan.

"Buka saja!'' suruh Pak Adit, guru mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan itu dengan amat ramah.

Seketika seluruh siswa kelas XI Bahasa-5 menghela napas lega karena sempat mengira di balik pintu adalah suatu hal yang cukup mengerikan. Jika Pak Adit mendengar, itu artinya bukan apa-apa.

Kret ... pintu terbuka dan dilihatnya seorang siswi dari kelas lain, tepatnya dari kelas IPA-2. Siswi tersebut kemudian menyampaikan tujuannya ke kelas ini, yaitu Ailin disuruh ke ruangan Bu Helmi sekarang juga.

Ailin bangkit dari duduknya, lalu beranjak pergi ke ruangan Direktur setelah meminta izin dari Pak Adit. Sesampainya di ruangan Direktur, ia melihat direktur tengah duduk menghadap jendela sambil memegang foto 35 siswa yang mengenakan seragam putih abu.  

Mungkin itu teman-temannya dahulu, atau siswa-siswa kesayangannya sebelum SMA Tarumanegara mendesain seragam sendiri dan mengenakannya. Ah, entahlah.

Ditilik-tilik Ailin, perempuan ringkih itu tengah menangis dengan rasa penyesalan dan kekecewaan yang begitu dalam bersama kerinduan yang teramat besar.

"Permisi Bu!'' ucap Ailin santun.

Bu Helmi menyeka air matanya, lalu berbalik menghadap Ailin. Lantas ia menyuruh Ailin duduk dan menyampaikan maksudnya tanpa berbasa-basi. Ailin menyimak apa yang disampaikannya dengan saksama dan terlihat dahinya mengerut, apa maksud yang disampaikan oleh Direktur? Dia sedang berkhayal ya? Atau ini efek karena dia sudah tua? Pikir Ailin merasa tak habis pikir karena yang disampaikan oleh Bu Helmi ini benar-benar tak masuk akal.

"Mohon maaf, Bu!'' Ailin memotong pembicaraannya karena apa yang dibicarakan direkturnya itu dirasa semakin ngawur dan hanya akan menambah kekekhawatiran serta ketakutan. 

"Saya rasa ini hanya sebuah takhayul dan mitos belaka. Saya tidak mengerti, seseorang yang terpandang, juga cerdas dapat terpengaruh dan mempercayai hal-hal mistis, apalagi ini sangat-sangat tak masuk akal.''

Begitulah seorang Ailin Wajdi, tak pernah sungkan memberikan pendapatnya kepada siapapun, terlebih menurutnya salah. Hah, tak percaya rasanya seorang direktur melenceng dari logika, pikir Ailin. 

Lihat selengkapnya