Ya, tak ada yang sama rata antara manusia, selalu saja ada kelas yang membedakan baik dalam segi status ataupun keadaan yang sama sekali tak diharapkan. Sebab manusia selalu saja memiliki hati iblis, sepotong ataupun seluruhnya yang membuat stigma eksis di dunia.
~Zalova Ray~
Ailin sengaja datang ke sekolah sangat pagi dan kini terlihat ia tengah bergegas menuju halaman bagian belakang gedung sekolah dengan tergesa-gesa, seperti ada hal yang tak bisa ditunda lagi barang sedikit pun. Rambutnya panjang nan hitam legam yang dikucir satu itu berayun-ayun seperti tengah menari sama halnya dengan roknya yang tersibak-sibak angin.
"Apa kamu udah nemuin cara buat ngebatalin permaiannya? Atau ada penangkal agar kutukan ini hilang?'' tanya Jovan tanpa berbasi-basi di tengah ributnya suara angin dan daun-daun yang gugur, serta dalam pelukan hawa dingin yang mencekam. Dan terlihat bunga matahari digenggaman mereka menari-nari.
Terlihat sesekali Ailin menyapu rambutnya yang mengenai wajah imut nan manisnya itu dengan jengkel.
"Permainan itu tidak bisa dibatalkan, melainkan harus diselesaikan! Sudah saya tegas beberapa kali, '' ucap direktur yang kini tepat berdiri di antara mereka, membentuk segi tiga tak beratur. Seketika angin yang berhembus berhenti hingga terasa sangat sunyi.
Dengan serempak Ailin dan Jovan berbalik pada direktur dan menatapnya lekat-lekat. Terlihat di mata mereka ada keresahan dan ketakutan yang amat besar. Wajah mereka menampakkan ketegangan yang teramat.
"Karena permainan terkutuk itu sudah dimulai sejak ingatan kalian dan semua orang yang ada di sini dimanipulasi tentang keberadaan roh kesepian sebagai salah satu dari kalian. Carilah ia, kenali, lalu akhiri!'' tutur direktur yang kemudian beranjak meninggalkan mereka berdua dan wajahnya entah kenapa terlihat begitu dingin serta tak berekspresi. Namun, matanya menyorotkan ketakutan, kesedihan dan harapan.
Ailin dan Jovan tertegun diam, bingung harus berbuat apa untuk membatalkan permainan terkutuk itu? Karena bagaimana pun mereka tak ingin mati secara mengenaskan dan jauh lebih parah dari Elva yang kini mayatnya masih belum ditemukan pula. Kasusnya menjadi sangat kacau, begitupula dengan penyelidikkannya yang seakan-akan malah semakin buntu.
"Bagaimana pun kita harus temuin cara buat batalin permainannya!'' tukas Ailin bersikeras.
"Direktur ngomong kan, kalau permainannya nggak bisa dibatalin selain harus diselesaiin? Tapi, mungkin aja kita bisa nemuin petunjuk yang bisa batalin permainannya di buku itu. Kalau nggak, mungkin kita bisa nemuin apa yang mau dicapainya dan nyelesaiin permainan terkutuk itu."