Pada kenyataannya ada orang yang tak dapat dipercaya dan selalu pantas dicurigai. Sebab tak ada yang tahu seperti apa dia sebenarnya. Bahkan, terkadang kita juga tak tahu siapa diri kita sebenarnya.
~Audri~
"Jelas aja bukan,'' sanggah Jovan di tengah gemuruh angin.
"Apa buktinya?''
Jovan mengerutkan dahi. "Tentu aja keluargaku buktinya dan salah satunya adalah Jovanka yang kamu temui di toko boneka ayah Nadila,'' tuturnya yang kemudian membeliakkan mata, teringat suatu hal.
"Itu gak bisa ngebuktiin, karena Ray juga nyiptain keluarga palsu.''
"Apa mungkin roh kesepian itu Nadila?''
Mendadak kecurigaan menyeruak di hati Jovan. Mungkin saja roh kesepian itu Nadila. Pertama dia pernah sakit dan selama itu ia ditemani oleh bonekanya, sama halnya dengan Ray. Kedua, dia menyukai boneka, terutama boneka Ray. Sikapnya juga tak jauh dari Ray, baik, rendah hati, murah senyum, pintar, dan berprestasi. Ia juga pernah dirundung, selain itu ia juga sangat cantik. Terlihat Ailin tertegun diam, mungkin ia juga berpikiran sama dengan Jovan.
"Hah, apa mungkin roh kesepian itu kamu, Lin?'' tanya Jovan sambil menatapnya tajam-tajam dengan seiring Ailin mengalihkan pandangan kepadanya. "Bisa aja, kan?''
"Jelas aja bukan!''
Jovan menghela napas, lalu berjalan ke arah pohon dan duduk di bawahnya. "Ya, roh kesepian juga akan bilang bahwa dirinya bukanlah roh kesepian.''
"Aku bukan roh kesepian.''
"Aku juga bukan, terus gimana aku percaya kalau kamu bukan roh kesepian?"
Ya, bagaimana Jovan percaya kalau Ailin bukanlah roh kesepian? Dan terlihat Ailin hanya bisa tertegun diam, otaknya benar-benar tak bisa bekerja. Lalu tiba-tiba ia teringat suatu hal, mungkin bisa dilihat dari absenan dan foto kelas. Siapa yang tak ada mungkin itulah roh kesepian. Akan tetapi Ray tidak bodoh, namun apa salahnya mencoba?
Ailin pun menyampaikan gagasannya itu kepada Jovan. Ya, jika sudah tahu siapa roh kesepian, setidaknya akan menghilang satu hal yang akan membawa mereka pada bahaya besar, yaitu curiga. Jika sudah curiga, hal apapun bisa dilakukan, termasuk membunuh. Curiga adalah racun yang mampu membuat siapapun menjadi kalap, bukan? Ya, jika sudah tahu setidaknya bisa bernegosiasi dengan roh kesepian, meski terasa mustahil. Siapa tahu saja, kan?
"Ok kita coba,'' tukas Jovan sambil merogoh saku celana dan mengeluarkan ponsel. "Masih ada waktu 20 menit sebelum masuk.'' Jovan kembali memasukkan ponselnya, lalu beranjak dari duduknya dan pergi bersama Ailin ke ruang tata usaha.
Tiba-tiba terlihat ada tangan dari atas ranting pohon berayun-ayun. Hah, sempat mengira itu tangan roh kesepian, tetapi ternyata tangan Arius yang tengah berbaring di atas ranting paling besar, dan nampaknya ia tengah menulis sesuatu di dalam ponsel. Setelah itu ia melihat kalender.
"Sebentar lagi menuju puncak permainan, ya?'' ucapnya yang kemudian bangun dari keterbaringan.
Arius kemudian turun dari pohon tersebut dan menatap langkah Ailin yang mulai jauh. "Ailin udah percaya, ya?''
Ia mengerutkan dahi, lalu beranjak pergi dengan seiring angin kencang berhembus kembali. Ketika itu terlihat Ailin dan Jovan baru saja sampai di ruang tata usaha dan tanpa berbasa-basi mereka menyampaikan tujuannya.
"Untuk apa?'' tanya Pak Andri.
"Kami memerlukannya Pak,'' jawab Jovan santun dan penuh permintaan.
"Ya, untuk apa?''
Ailin dan Jovan menghela napas, kenapa Pak Andri ribet banget sih? Pikir mereka sebal.
"Kami tidak bisa katakan, tapi kami perlu untuk melihatnya,'' ucap Ailin memelas tanpa beralasan.
"Baiklah, ambil di loket. Nanti bereskan yang rapi lagi!''
"Baik Pak, terima kasih,'' kata Ailin dan Jovan serempak seraya merengkuhkan kepala.
Lantas mereka menuju loket tempat penyimpanan data-data siswa dan mengambil data kelas XI Bahasa-5, lalu memeriksanya dengan teliti. Tak ada yang kurang atau ganjil dari data kelas XI Bahasa-5 itu.
"Kelas x,'' tukas Jovan dan Ailin serempak, lalu mereka mengambil data kelas x dan nihil, semuanya tetap sama.
"Sesuai dugaan ternyata,'' kata Ailin kecewa. "Ray emang nggak bodoh, bahkan sampai data-data kelas dimanipulasi.''
Ailin dan Jovan kemudian membereskannya kembali dengan rapi seperti semula, lalu mereka beranjak menuju ke kelas.
"Lin, kamu percaya kan, kalau aku bukan roh kesepian?''
Ailin berbalik, lalu berkata, "Gak tahu sih, tapi lagi aku usahain.''
"Hah?'' Jovan mendengkus seraya menganga kesal. Maksudnya diusahakan? Pekiknya dalam hati.
Ailin beranjak tanpa memedulikan Jovan dan sekolah mulai ramai kedatangan siswa hingga keadaan riuh seperti biasa. Terdengar mereka membicarakan tentang kutukan tahun kabisat dengan penuh kekekhwatiran serta ketakutan.